Maraknya TPPO ke Korea dan Kamboja, Ketum SPBI Dr. Iswadi Minta Presiden Prabowo Subianto Turun Tangan
Diterbitkan Selasa, 11 Februari, 2025 by NKRIPOST

NKRIPOST JAKARTA – Ketua Umum Solidaritas Pemersatu Bangsa Indonesia (SPBI) Dr. Iswadi, M.Pd mengatakan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) ke negara-negara seperti Korea Selatan dan Kamboja semakin marak dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut melibatkan korban yang sebagian besar adalah pekerja migran Indonesia yang dijanjikan pekerjaan dengan gaji tinggi, namun akhirnya terjebak dalam kondisi yang sangat buruk, seperti eksploitasi, penyalahgunaan, dan kekerasan. Keberadaan fenomena ini semakin mengkhawatirkan karena para korban sering kali tidak memiliki akses untuk melarikan diri atau mendapatkan perlindungan hukum yang memadai. Salah satu sosok yang turut menyoroti persoalan ini adalah Dr. Iswadi, M.Pd., yang meminta Presiden Prabowo Subianto untuk turun tangan dalam upaya penanggulangan TPPO.
Dr. Iswadi, seorang akademisi yang memiliki perhatian khusus terhadap masalah sosial dan perlindungan hak asasi manusia, mengungkapkan keprihatinannya terhadap maraknya praktik TPPO yang semakin merajalela. Menurutnya, masalah ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah atau lembaga swadaya masyarakat (LSM), tetapi juga memerlukan keterlibatan langsung dari pemerintah pusat, khususnya Presiden sebagai pemimpin negara.
“Dengan melihat dampak negatif yang ditimbulkan, baik terhadap individu maupun citra negara Indonesia di mata internasional, kita percaya bahwa tindakan tegas dari Presiden Prabowo Subianto sangat diperlukan untuk menghentikan praktik ini.” Pungkas Dr. Iswadi kepada wartawan, Selasa, 11 Februari 2025
Akademisi yang juga politisi muda ini menjelaskan bahwa salah satu faktor yang memperburuk situasi adalah kurangnya pengawasan terhadap agen tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab.
Agen-agen ini sering kali menipu calon pekerja dengan janji-janji palsu mengenai pekerjaan yang menggiurkan, namun kenyataannya jauh berbeda. Mereka dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi, dengan jam kerja yang panjang, serta upah yang jauh lebih rendah dari yang dijanjikan. Tidak jarang pula mereka terjebak dalam hutang yang mencekik akibat biaya keberangkatan yang tinggi, sehingga mereka merasa tidak punya pilihan selain mengikuti perintah dari pihak yang mengeksploitasi mereka.” Pungkasnya.
Selain itu, Dr. Iswadi menekankan bahwa minimnya edukasi dan kesadaran di kalangan masyarakat tentang bahaya TPPO juga menjadi salah satu akar masalah.
“Banyak orang yang terjebak dalam sindikat perdagangan manusia karena mereka tidak memiliki informasi yang cukup mengenai proses perekrutan tenaga kerja ke luar negeri yang sah dan aman. Pendidikan mengenai hak-hak pekerja migran, serta pemahaman tentang tanda-tanda penipuan dan eksploitasi, harus menjadi bagian dari program pemerintah yang lebih luas.” Tandasnya.
Dalam konteks ini, Dr. Iswadi menilai bahwa peran pemerintah pusat sangat vital. Pemerintah Indonesia, melalui lembaga terkait seperti Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Luar Negeri, dan Polri, perlu memperkuat mekanisme perlindungan terhadap pekerja migran.
Selain itu, koordinasi dengan negara tujuan, seperti Korea Selatan dan Kamboja, juga harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pekerja Indonesia yang terjebak dalam sindikat TPPO mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum yang tepat.
Tidak hanya itu, Iswadi juga menyoroti perlunya peran aktif pemerintah dalam menekan praktik perekrutan ilegal dan memberikan sanksi yang lebih berat terhadap agen yang terlibat dalam perdagangan orang.
Dalam permintaannya kepada Presiden Prabowo Subianto, Dr. Iswadi mengajak Presiden untuk memimpin langsung dalam menangani masalah ini. Presiden sebagai pemimpin negara harus mengeluarkan kebijakan yang lebih tegas dan aplikatif dalam upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO.
Iswadi juga menyarankan agar Presiden memperkuat kerja sama dengan negara-negara yang menjadi tujuan utama pekerja migran Indonesia, seperti Korea Selatan dan Kamboja, guna memastikan bahwa hak-hak pekerja Indonesia dihormati dan terlindungi.
“Sebagai contoh, di Korea Selatan, meskipun terdapat perjanjian bilateral antara Indonesia dan Korea mengenai perlindungan pekerja migran, namun kenyataannya masih banyak kasus di mana pekerja migran Indonesia mendapatkan perlakuan tidak adil, baik dari agen perekrutan maupun dari pemberi kerja di sana. Pemerintah Indonesia perlu memastikan agar setiap pekerja migran yang berangkat ke luar negeri melalui jalur resmi mendapatkan perlindungan maksimal, termasuk jaminan keselamatan dan hak-hak mereka.” Pungkasnya.
Demikian pula dengan Kamboja, yang dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu negara tujuan pekerja migran Indonesia, terutama yang terlibat dalam industri perjudian dan hiburan.
“Para pekerja ini sering kali dijanjikan pekerjaan yang menggiurkan, namun kenyataannya mereka malah dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat berbahaya dan tidak manusiawi. Pemerintah Indonesia harus bisa memfasilitasi pemulangan mereka dengan cara yang aman dan menghukum pihak-pihak yang terlibat dalam eksploitasi tersebut.” Ucapnya.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut menyatakan bahwa meskipun TPPO adalah masalah kompleks yang melibatkan berbagai pihak, namun dengan adanya komitmen kuat dari Presiden dan pemerintah, masalah ini dapat diminimalisir.
“Melalui kebijakan yang lebih ketat, edukasi kepada masyarakat, serta penguatan kerja sama internasional, Indonesia bisa melindungi warganya dari praktik perdagangan manusia yang merugikan. Sudah saatnya Indonesia menjadi negara yang tidak hanya melindungi hak-hak pekerja domestik, tetapi juga memastikan keselamatan dan kesejahteraan pekerja migrannya di luar negeri.” Tandasnya.
BACA JUGA:
Program Kemensos Risma Untuk Korban TPPO Di NTT
Prabowo Singgung Raja Kecil yang Melawan Perintah Efisiensi Anggaran, Begini Respon Dr. Iswadi
Presiden Prabowo Subianto Diminta Selamatkan Korban TPPO Di KBRI Kamboja: Mereka Disiksa

Diberitakan sebelumnya sejumlah Warga Negara Indonesia (WNI) diantaranya berinisial IRK dan kawan-kawan menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) oleh sebuah Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) Agen Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berlokasi di Bekasi, Jawa Barat (Jabar) dengan iming-iming menjadi karyawan ABK di Korea.
Informasi yang diterima media ini dari salah seorang Korban TPPO berinisial IRK, Mereka diduga ditipu oleh sebuah agen TKI yang menawarkan pekerjaan sebagai ABK Kapal di Korea. Dalam perjalanan dari Bandara internasional Soekarno Hatta, (31/1), IRK menyampaikan rute perjalanan menuju Riau dan sempat menginap di kampung Dumai.
“Saya di tipu katanya mau ke Korea sebagai ABK di Korea sama Agen orang Bekasi Jawa Barat namanya Abdul. Sampailah saya dari Bandara internasional Soekarno Hatta, saya transit ke Riau lalu nginap di kampung Dumai sampai Disana banyak teman-teman disana lalu naik kapal Very menuju Malaysia,” ungkap IRK, Selasa Sore (11/2/2025) kepada awak media Nkripost.co VIA WhatsApp.
Lanjut lanjut, kata IRK, setibanya disana mereka dijemput oleh oknum warga Malaysia yang langsung di antar menuju Bandara KLIA Kuala Lumpur Malaysia tanggal (1/2). Lalu transit ke Kamboja, tiba di Kamboja tanggal 2 februari 2025. Sebelumnya IRK sempat merasa heran bertanya yang direspon agen tersebut dengan menjawab mereka akan singgah terlebih dahulu ke Kamboja.
“Kita nginap di Kamboja, nginap 2 malam setelah itu lanjut perjalanan ke Korea,” katanya IRK meniru jawaban Oknum Agen
“Terus saya langsung di bawa ke Hotel di tinggal sendiri paginya saya di suruh siap mau Company golden ke suatu tempat, tiba-tiba Handphone saya diambil terus tas saya dibawa, paspor juga mereka ambil setelah itu saya dibawa ke sebuah ruangan semua orang Cina. setelah saya di interview katanya terima tiga hari kemudian saya di buang lagi,” ujarnya.
“Tidak lama kemudian Agen lain lagi jemput saya jam 10 malam dibawa lagi ke Company untuk di interview dan saya tidak di terima kemudian saya di bawa lagi ke Cam perbatasan Vietnam saya di interview lagi tidak di terima.” lanjut IRK.
Kemudian, lanjut IRK di bawa lagi ke salah satu Hotel kemudian paginya dirinya di kembalikan ke Cam perbatasan Vietnam di interview dan tidak di terima.
“Setelah itu jam 19.00 malam setiba di Hotel saya berpikir saya harus kabur biar jangan di penjual belikan sama agen. Jam 02 pagi saya lari palang taksi sendirian perjalanan ke KBRI hampir 5 jam Puji Tuhan saya sampai juga di KBRI dengan selamat,” Syukurnya.
Setibanya di KBRI Kamboja, (9/2/2025) IRK melaporkan diri dan melakukan pengaduan. Melalui usaha dan kerja keras IRK pihak Kedutaan Kamboja melakukan pencarian menemukan sembilan orang lainnya teridentifikasi selain dari NTT kebanyakan dari Jawa dan dan Medan.
Awalnya IRK disiasati untuk kerja di Korea, akan tetapi dalam perjalanan orang yang membawa dirinya mengalihkan rute perjalanan ke Kamboja dengan alasan nginap dua malam sambil menunggu rekan lainnya.
Berdasarkan sebuah video yang di terima media NKRIPOST, IRK bersama rekan-rekannya mengalami penganiayaan serius yang mengakibatkan luka serius di bagian pundak, lengan dan paha melalui pesan singkat meminta Pemerintah Indonesia untuk segera mengevakuasi mereka dari Kedutan Kamboja.
Sebelumnya mereka di berangkatkan 30 orang akan tetapi dalam perjalanan yang selamat tinggal 10 orang 20 orang lainnya masih belom tahu keberadaan mereka.***