159 Warga Pemilik Lahan Bendungan Temef Hadiri Undangan Pemberian Biaya Penghormatan
Diterbitkan Jumat, 2 Agustus, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST POLEN – Sebanyak 159 warga Pemilik lahan Bendungan Temef menghadiri Undangan Pemberian Biaya Penghormatan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Pembangunan Bendungan Temef Tahun 2024 di Aula Kecamatan Polen. Kamis (1/8/2024).
Pantauan langsung Media NKRIpost .co di lokasi, tampak masyarakat 3 Desa yang terdampak proyek Bendungan Temef hadir dan memadati halam kantor Camat Polen tepat pukul 07,00 Wita berdasarkan surat undangan Nomor UM.01.02/BWS.17/305. Keputusan Bupati Timor Tengah Selatan
Nomor: 157/KEP/HK/2024 tanggal 12 Juli 2024.
Arnefer Baun selaku koordinator aksi kepada media NKRIpoast.co menjelaskan Terkait kehadiran warga tiga desa di Kecamatan Polen yakni memenuhi undangan pemerintah terkait proses pembayaran ganti rugi lahan warga terdampak proyek bendungan temef yang sudah di kuasai dan dikelola warga secara turun temurun.
” Kehadiran kami sebagai masyarakat tiga desa dua kecamatan di Kecamatan Polen ini, dalam rangka memenuhi undangan Pemerintah melalui Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara Timur terkait persoalan ganti rugi lahan terdampak proyek bendungan Temef. Yang mana persoalan ganti rugi lahan warga terdampak sampai saat ini belum ada titik terang, karena pemerintah masih berbelit dan menutupi sejumlah data-data, terkait besaran dana keseluruhan yang dialokasi Pemerintah Pusat untuk biaya ganti rugi lahan, ” jelas Nefer.
Lanjut Nefer, dengan adanya pertemuan hari ini nanti, kami berharap supaya Pemerintah menjelaskan secara detail mekanisme pembayaran ganti rugi lahan. Kalau kami sebagai masyarakat apabila menyetujui, maka kami akan menerima pembayaran, tetapi kalau penjelasan dan klarifikasi pemerintah tidak sesuai maka kami akan tolak, selanjutnya akan terus memblokir akses jalan masuk ke proyek bendungan temef. Tandasnya.
Jelang berapa jam kemudian, tampak Penjabat Bupati TTS Drs. Seperius Edison Sipa, M.Si bersama Forkopimda TTS pun tiba di halaman Kantor Camat Polen. Pertemuan pun terjadi di dalam ruangan Camat Polen, antara Pemerintah (Penjabat Bupati,red), Para Kepala Dinas teknis terkait yang menangani PSN Bendungan Temef, Ketua Aliansi Rakyat Anti Korupsi (Araksi) NTT, Koordinator Araksi TTS dan Koordinator aksi perwakilan masyarakat tiga desa terdampak proyek.
Usai dilakukan pertemuan dan terjadi kesepakatan bersama maka, Ketua Araksi NTT Alfred Baun, S.H, mengijinkan Pemerintah untuk melakukan pembayaran ganti untung bagi 159 Kepala Keluarga pemilik lahan terdampak.
Pembayaran pertama dimulai secara simbolis kepada dua orang Kepala Keluarga sekaligus menandai akan pembayaran ganti untung dan kehormatan bagi lahan warga terdampak proyek.
Namun sejumlah masyarakat memprotes akan nominal angka keuangan yang tertera dalam rekening penerima manfaat ganti untung, dimana terdapat lahan masyarakat seluas 3000 meter persegi dihargai hanya dengan 12 Juta rupiah, adapula yang hanya mendapatkan 6 juta rupiah, sementara lahan itu telah digunakan sebagai lahan persawahan secara turun temurun oleh para leluhur sampai saat ini sebelum Negara Indonesia dinyatakan merdeka.
Hal tersebut menjadi pemicu konflik karena ketidak puasan warga sehingga terjadi keributan. Masyarakat meminta dibatalkannya pembayaran sehingga terjadi adu mulut antara Kepala Dinas PRKP TTS Otnial Tahun bersama Koordinator aksi perwakilan masyarakat Arnefer Baun dan Undi Taifa. Masyarakat menilai dalam proses pembayaran ganti untung dan kehormatan itu sangat merendahkan harkat dan martabat para leluhur, hingga anak cucu yang sudah mengolah mendiami lahan-lahan tersebut turun temurun oleh Pemerintah TTS dalam hal ini pihak BWS dan PRKP Kabupaten TTS.
Ketika di wawancarai media NKRIpost.co, Arnefer Baun mengatakan ” Sungguh sangat miris pemerintah melalui BWS dan PRKP TTS memberikan ganti untung kehormatan seperti ini. Seolah olah kami masyarakat mengemis sehingga menjual lahan leluhur kami karena saking miskin dan menderita. Harkat dan martabat leluhur kami sangat direndahkan oleh pemerintah, ini kami tidak terima, dimanakah keadilan atas hak-hak kami masyarakat kecil ini, ” kata Nefer.
Senada dengan Arnefer Baun, tokoh muda Undi Taifa selaku perwakilan tiga desa dua kecamatan mengecam keras proses pembayaran ganti untung oleh pemerintah TTS.
” Saya selaku perwakilan masyarakat tiga desa terdampak proyek bendungan temef dengan keras mengecam tindakan dan ketidak adilan dalam pembayaran ganti untung ini. Karena ini tanah leluhur yang diperjuangkan dari nenek moyang kami. Bagaimana pemerintah melalui BWS dan PRKP TTS klaim ini milik kehutanan, kenapa pemerintah sejahat ini kepada kami ? Padahal waktu itu setahu kami, ketika tahun 2018 lalu pemerintah sudah mengalokasi anggaran untuk biaya pembebasan lahan terdampak sebesar 215 miliar 670 juta ? Tolong dijelaskan dengan jelas mekanisme pembayarannya seperti apa ? Jangan sampai waktu itu kami hanya sekedar ditipu saja sehingga menyerahkan lahan leluhur kami ini, ” Kecam Undi Taifa dengan keras kepada Pemerintah TTS.
Masih menurut Undi, tolong untuk pemerintah membuka kembali data-data awal. Sekali lagi kami tidak datang kesini untuk mengemis meminta uang tetapi kami datang untuk meminta keadilan sesuai Sila Kelima Pancasila. Tahan dan lahan-lahan kami, sudah tidak kami kelola selama 7 tahun terakhir ini dan bagaimana dengan nasib kami sebagai rakyat kecil kedepan nantinya ??, tegas Undi Taifa.
Pasca keributan terjadi, ratusan masyarakat keluar dan memadati akses jalan trans Negara Polen- Atambua. Akan tetapi keadaan itu dapat diredam oleh aparat gabungan TNI POLRI yakni Personil Kodim 1621/TTS dan Personil Polsek Polen, Polres TTS. (**)