Viral Siswa di Nias Ngeluh Tak Ada Guru, Ternyata Guru Harus Jalan Kaki 2 Jam, Begini Respon Praktisi Pendidikan Dr. Iswadi
Diterbitkan Senin, 20 Januari, 2025 by NKRIPOST
NKRIPOST JAKARTA – Pendiri Pejuang Pendidikan Indonesia Dr. Iswadi, M.Pd. mengatakan beredarnya, sebuah video yang memperlihatkan keluhan seorang siswa di Nias viral di media sosial. Dalam video tersebut, siswa itu mengungkapkan rasa frustasi karena tidak adanya guru yang mengajar di sekolah mereka, yang berlokasi di daerah pedalaman Nias.
Siswa tersebut juga menyampaikan bahwa banyak murid yang seharusnya menerima pendidikan dengan baik, namun terhambat karena sulitnya akses ke fasilitas pendidikan. Sebagai respons atas keluhan tersebut, Dr. Iswadi, M.Pd., seorang pakar pendidikan dan praktisi pendidikan di Indonesia, memberikan penjelasan terkait tantangan yang dihadapi oleh guru-guru di daerah terpencil.
Iswadi menjelaskan bahwa kondisi pendidikan di Nias, serta daerah-daerah pedalaman lainnya, memang menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah kesulitan akses yang harus dilalui oleh para guru untuk dapat mengajar di sekolah-sekolah yang terletak jauh di pedalaman.
“Dalam beberapa kasus, guru-guru harus menempuh perjalanan kaki selama berjam-jam untuk mencapai lokasi sekolah mereka. Di Nias, perjalanan yang harus ditempuh tidak hanya berjarak jauh, tetapi juga sering kali melewati medan yang berat, seperti jalan berbatu, tanjakan, dan kondisi cuaca yang tidak menentu.” Ujar Dr. Iswadi, M. Pd. kepada wartawan, Minggu 19 Januari 2025
“Guru-guru di daerah terpencil sering kali tidak hanya menghadapi tantangan dalam hal fisik, tetapi juga psikologis. Mereka harus memiliki dedikasi yang luar biasa dan semangat yang tinggi untuk bisa mengajar dengan segala keterbatasan yang ada,” Tambahnya.
Menurut Dr. Iswadi, masalah ini merupakan gambaran dari ketimpangan akses pendidikan yang masih terjadi di beberapa wilayah Indonesia, terutama di daerah pedalaman. Di satu sisi, pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai kebijakan, seperti pengiriman tenaga pengajar ke daerah-daerah yang membutuhkan dan pemberian insentif bagi guru-guru yang mau mengajar di lokasi-lokasi terpencil. Namun, tantangan tetap ada, baik dari sisi infrastruktur maupun kesiapan tenaga pengajar.
Iswadi juga menjelaskan bahwa kondisi geografis dan infrastruktur yang belum memadai sering kali membuat proses pendidikan di daerah tersebut menjadi lebih sulit. Di beberapa daerah di Nias, misalnya, transportasi umum terbatas, dan akses jalan yang rusak parah atau sulit dilalui membuat perjalanan menjadi lebih lama dan melelahkan. Para guru, yang umumnya berasal dari daerah yang lebih maju, harus rela meninggalkan kenyamanan dan memilih untuk tinggal di daerah yang jauh dari keramaian kota untuk menjalankan tugasnya.
“Salah satu tantangan besar adalah menyediakan sarana transportasi yang memadai. Untuk itu, pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak, baik sektor publik maupun swasta, untuk membangun infrastruktur yang lebih baik di daerah-daerah terpencil,” tambah Dr. Iswadi.
BACA JUGA:
Di sisi lain, Dr. Iswadi juga mengapresiasi komitmen para guru yang tetap bertahan dan mengabdi di daerah terpencil meskipun dengan segala keterbatasan yang ada. Mereka tidak hanya mengajarkan mata pelajaran akademik, tetapi juga menjadi pahlawan bagi anak-anak di daerah tersebut, memberikan mereka harapan dan membuka peluang bagi masa depan yang lebih baik.
“Guru-guru seperti inilah yang sebenarnya patut diapresiasi. Mereka menunjukkan dedikasi yang luar biasa meskipun harus berjuang melawan segala kesulitan,” lanjutnya.
Namun, Dr. Iswadi juga menekankan bahwa tidak bisa hanya mengandalkan semangat dan dedikasi guru semata. Pemerintah, lanjutnya, perlu terus memperbaiki sistem pendidikan di daerah-daerah terpencil, mulai dari peningkatan infrastruktur transportasi hingga pemberian fasilitas yang mendukung kenyamanan dan keselamatan bagi guru dan siswa.
“Misalnya, dengan menyediakan kendaraan operasional bagi guru, serta membangun fasilitas pendidikan yang lebih baik agar proses belajar mengajar bisa berlangsung dengan lancar.” Pungkasnya.
Dr. Iswadi juga menyarankan agar ada peningkatan dalam hal pelatihan bagi guru-guru yang bertugas di daerah terpencil. Selain pelatihan dalam bidang akademik, mereka juga perlu dibekali dengan keterampilan dalam mengelola kondisi daerah yang mungkin memiliki tantangan tersendiri. Misalnya, pelatihan terkait cara mengelola kelas yang terdiri dari berbagai usia dan latar belakang, serta cara menghadapi kondisi cuaca dan medan yang ekstrim.
Lebih jauh lagi, Iswadi berpendapat bahwa masyarakat setempat juga perlu dilibatkan dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan di daerah mereka. Pemerintah daerah dan masyarakat setempat harus saling bekerja sama untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pendidikan. Dalam hal ini, peran serta orang tua siswa dan tokoh masyarakat juga sangat penting untuk mendukung keberadaan dan kelangsungan pendidikan di daerah terpencil.
Alumni Program Doktoral Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta tersebut berharap agar keluhan yang disampaikan oleh siswa di Nias dapat menjadi perhatian serius dari pemerintah dan masyarakat luas.
“Kita semua harus bekerja bersama untuk menciptakan sistem pendidikan yang lebih adil dan merata, agar tidak ada anak bangsa yang tertinggal dalam memperoleh pendidikan yang layak,” ujar Dr. Iswadi menegaskan
“Keluhan siswa di Nias yang viral ini memberikan gambaran jelas tentang tantangan yang dihadapi oleh dunia pendidikan di daerah terpencil. Meskipun pemerintah telah berupaya mengatasi masalah ini, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar kualitas pendidikan di seluruh Indonesia bisa merata, tanpa terkecuali daerah terpencil seperti Nias. Dedikasi guru dan dukungan semua pihak menjadi kunci untuk mencapainya.” pungkas Dr. Iswadi, M.Pd mengakhiri. ***