Dr. Iswadi Minta Gubernur Aceh Muzakir Manaf Selesaikan Batas Aceh Sesuai MoU Helsinki
Diterbitkan Jumat, 14 Februari, 2025 by NKRIPOST

NKRIPOST JAKARTA – H. Muzakir Manaf, yang lebih dikenal dengan sapaan Mualem, bersama Fadhlullah, SE., resmi dilantik sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2025-2030. Pelantikan keduanya berlangsung dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh pada Rabu, 12 Februari 2025, yang dihadiri oleh berbagai tokoh penting dalam dan luar negeri serta tokoh perdamaian Aceh.
Pelantikan Mualem dan Fadhlullah dipimpin langsung oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Muhammad Tito Karnavian, yang mewakili Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.
Dalam amanatnya, Mendagri Tito Karnavian menyampaikan rasa syukur kepada Allah atas pelantikan ini. “Dengan mengucapkan syukur ke hadirat Allah SWT, pada hari ini, Rabu 12 Februari 2025, saya Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden Republik Indonesia, dengan resmi melantik Saudara Muzakir Manaf sebagai Gubernur Aceh dan Saudaranya Fadhlullah sebagai Wakil Gubernur Aceh,” ujarnya dalam acara yang penuh khidmat tersebut.
Menanggapi momentum yang penuh makna tersebut , Dr. Iswadi, M.Pd, seorang akademisi dan tokoh pendidikan Nasional asal Aceh, menyampaikan harapan dan seruan kepada Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, untuk menyelesaikan permasalahan batas wilayah Aceh yang masih belum tuntas.
Dalam pandangannya, penyelesaian batas ini sangat penting, tidak hanya untuk menjaga keutuhan wilayah Aceh, tetapi juga sebagai wujud komitmen terhadap kesepakatan yang telah ditandatangani dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki pada 15 Agustus 2005.
“MoU Helsinki merupakan sebuah perjanjian bersejarah yang mengakhiri konflik panjang antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Salah satu hal penting yang disepakati dalam perjanjian tersebut adalah pengaturan tentang otonomi khusus dan pembahasan wilayah, termasuk batas-batas administrasi di Aceh.” Tutur Iswadi.
Dalam MoU tersebut, kata Iswadi, terdapat komitmen kuat dari kedua pihak untuk memastikan bahwa Aceh akan memiliki pengaturan wilayah yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan. Namun, dalam praktiknya, hingga saat ini terdapat beberapa persoalan mengenai batas wilayah yang masih belum sepenuhnya diselesaikan.
Dr. Iswadi menilai bahwa penyelesaian batas wilayah Aceh ini memiliki dampak yang sangat besar terhadap perkembangan dan kesejahteraan masyarakat Aceh secara keseluruhan. Dalam beberapa tahun terakhir, berbagai isu terkait batas wilayah terus menjadi sorotan, baik dari aspek politik, ekonomi, maupun sosial.
“Salah satu masalah utama yang muncul adalah adanya ketidaksesuaian antara peta administrasi yang ada dengan kenyataan di lapangan. Hal ini mengakibatkan ketidakjelasan dalam pengelolaan sumber daya alam, pemerintahan daerah, serta alokasi anggaran yang seringkali tidak tepat sasaran.” Ujarnya.
BACA JUGA:
Prabowo Singgung Raja Kecil yang Melawan Perintah Efisiensi Anggaran, Begini Respon Dr. Iswadi
Selain itu, menurut Iswadi, masalah batas wilayah juga menyangkut hak-hak masyarakat yang tinggal di daerah perbatasan. Ketidakjelasan batas administratif membuat masyarakat di beberapa wilayah merasa terabaikan dan kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
“Sebagai contoh, masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang berada di sekitar perbatasan Aceh dengan provinsi lainnya sering kali merasa bahwa mereka tidak mendapatkan layanan pemerintahan yang maksimal. Pembangunan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan akses ke layanan dasar lainnya sering terhambat karena adanya ketidakpastian mengenai batas wilayah yang sah.” Jelasnya.
Dr. Iswadi mengungkapkan bahwa dengan adanya penyelesaian batas wilayah sesuai dengan kesepakatan dalam MoU Helsinki, maka masalah-masalah tersebut dapat diselesaikan secara tuntas. Batas wilayah yang jelas akan memberikan kepastian hukum dan politik bagi masyarakat Aceh, serta memberikan dasar yang kuat bagi pembangunan daerah yang lebih merata. Selain itu, dengan adanya penyelesaian batas yang tegas, Aceh dapat lebih mudah dalam mengelola sumber daya alamnya, terutama yang ada di daerah perbatasan, yang selama ini sering menjadi sumber ketegangan antara masyarakat dan pemerintah daerah.
Dalam kesempatan tersebut, Dr. Iswadi juga menegaskan pentingnya peran Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dalam menyelesaikan permasalahan ini. Sebagai pimpinan daerah, Gubernur Aceh memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa Aceh dapat berkembang secara adil dan merata. Penyelesaian batas wilayah, menurut Dr. Iswadi, harus menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan Aceh ke depan. Gubernur Aceh harus memimpin dengan tegas untuk mengkoordinasikan seluruh pihak yang terkait, termasuk pemerintah pusat, dalam menyelesaikan masalah ini sesuai dengan komitmen yang telah disepakati dalam MoU Helsinki.
“Pentingnya penyelesaian batas wilayah ini juga terkait dengan penguatan otonomi khusus yang dimiliki oleh Aceh. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, Aceh memiliki otonomi khusus yang memberikan kewenangan lebih besar dalam mengatur pemerintahan dan pengelolaan sumber daya alam. Namun, untuk dapat menjalankan kewenangan ini secara maksimal, Aceh memerlukan kepastian mengenai batas wilayah administratifnya. Tanpa adanya kepastian tersebut, pelaksanaan otonomi khusus akan sulit terlaksana dengan efektif, karena berbagai kebijakan pembangunan yang dibuat akan terhambat oleh masalah batas wilayah yang tidak jelas.” Tandasnya.
Selain itu, Dr. Iswadi juga mengajak masyarakat Aceh untuk mendukung proses penyelesaian batas wilayah ini. Penyelesaian batas wilayah bukanlah tugas pemerintah semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab bersama. Masyarakat harus memahami pentingnya batas wilayah yang jelas untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Dengan adanya dukungan penuh dari masyarakat, diharapkan proses penyelesaian masalah ini dapat berjalan lebih cepat dan lancar.
Dr. Iswadi mengingatkan bahwa penyelesaian batas wilayah Aceh adalah bagian dari upaya untuk mewujudkan Aceh yang damai, sejahtera, dan berkeadilan. Hal ini juga menjadi bagian dari komitmen Indonesia untuk menuntaskan segala persoalan yang muncul pasca-konflik dengan cara yang damai dan berdasarkan hukum. Penyelesaian batas wilayah sesuai dengan MoU Helsinki bukan hanya untuk kepentingan politik, tetapi juga untuk kepentingan seluruh rakyat Aceh yang menginginkan kehidupan yang lebih baik dan lebih adil di masa depan.
Dengan segala pertimbangan ini, Dr. Iswadi berharap agar Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, dapat segera mengambil langkah-langkah konkret dalam menyelesaikan permasalahan batas wilayah, sehingga Aceh dapat terus maju dan berkembang dengan segala potensi yang dimilikinya.***