Viral Istri Ipda Rudy Soik, Welinda Wonlele Ribut Dengan Provos Polda NTT
Diterbitkan Rabu, 23 Oktober, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST KUPANG – Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) memberi penjelasan terkait keributan yang terjadi antara istri Ipda Rudy Soik, Welinda Wonlele, di jalan raya. Video keributan itu viral di media sosial (medsos). Peristiwa itu terjadi di Jalan Jenderal Soeharto, Kota Kupang, NTT, Selasa (22/10/2024) sekitar pukul 13.10 Wita. Saat itu, Welinda hendak pergi ke kantor.
Robert menjelaskan Welinda yang mengendarai mobil disetop anggota Provos bukan aksi penjegalan. Akan tetapi, saat itu anggotanya melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket). Ini setelah mendapati informasi Ipda Rudy Soik akan meninggalkan wilayah hukum NTT.
Saat hendak melakukan pulbaket, Sormin berujar, tiba-tiba mobil anggotanya dibuntuti oleh istri Rudy. Merasa curiga, maka sejumlah anggotanya langsung memberhentikan mobil yang dikemudikan istri Rudy untuk ditanya.
“Bukan penjegalan ya, itu hanya kesalahpahaman saja karena diikutin terus dari belakang, makanya anggota langsung berhentikan mobilnya untuk dicek,” jelas Sormin.
Sormin membantah anggotanya saat itu berupaya mengambil foto dan video di rumah Rudy di RT 17, RW 05, Kelurahan Bakunase II, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang, NTT. Namun hanya melakukan pulbaket.
“Itu bukan mau foto, tapi pulbaket ya karena seuai informasinya si Rudy mau meninggalkan NTT begitu untuk mengetahui kebenarannya. Sehingga anggota lakukan pulbaket,” kata Sormin.
Dalam video berdurasi 2 menit 1 detik yang viral di jejaring media sosial, seorang Provos berkemeja putih meminta Welinda agar menunjukan surat-surat mobil berupa STNK dan SIM. Welinda kemudian menunjukan SIM beserta STNK-nya.
“STNK ada. Tunggu saya lihat,” kata pria itu.
Istri Rudy Berdebat dengan Provos
Polisi itu kemudian, mengecek satu per satu kelengkapan mobil Welinda. Welinda kemudian meminta para petugas agar tidak menahan dan menbawa surat-surat mobilnya.
“Bapak tidak usah bawa. Sudah, saya ada (SIM dan STNK) ini pak. Sudah bapak, saya tidak mau. Bapak bukan urusan di jalan,” kata Welinda sembari berdebat dengan para petugas.
Dia lantas menanyakan alasan pengadangan dan pemeriksaan surat-suratnya. Dia juga menanyakan alasan SIM-nya ditahan.”Kenapa SIM saya diambil? Kan bapak sudah melihat,” teriak Welinda sembari berupaya merampas SIM-nya dari pria itu dari dalam mobil.
Polisi itu lalu menjawab maksudnya merampas SIM Welinda, itu untuk didokumentasikan agar jelas. Namun, Welinda bersikeras agar tidak boleh melakukan dokumentasi. Sebab, SIM-nya masih aktif.
“Bapak melaksanakan tugas apa? Saya tanya, kenapa kendaraan saya saja yang diperiksa. Bapak tolong jawab,” ujar Welinda dengan nada tegas.
Kemudian, seorang petugas berseragam Provos lengkap menyampaikan maksud pemeriksaannya adalah untuk mengecek karena mencurigai ada sesuatu. Sehingga terjadinya perdebatan antara Welinda dan petugas itu tak terhindarkan.
“Mohon maaf kami mencurigai ada sesuatu sesuai Undang-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002, itu sudah jelas bahwa kami pihak kepolisian berhak dan punya kewenangan untuk memeriksa surat-surat,” kata petugas itu.
Para petugas itu kemudian mempersilakan Welinda bersama rekannya untuk melanjutkan perjalanan. Welinda lantas menjawab aksi mereka sangat berlebihan.
“Saya sudah tahu kamu juga. Ternyata kamu ya yang tadi pergi foto dan video rumah saya,” ungkap Welinda sembari tersenyum dan meninggalkan lokasi kejadian.
Upaya Paksa Patsus Rudy Soik
Sebelumnya, Polda NTT menegaskan akan menggunakan upaya paksa menangkap Ipda Rudy Soik untuk dipatsus selama 14 hari. Polda NTT mengeklaim hal itu sesuai perintah atasan yang berhak menghukum (ankum).
“Seharusnya begitu (langsung dipatsus selama 14 hari) sesuai perintah yang ada,” ujar Kabid Humas Polda NTT, Kombes Ariasandy, saat konferensi pers di Mapolda NTT, Senin (21/10/2024) malam.
Ariasandy menjelaskan eks KBO Satreskrim Polresta Kupang Kota itu dalam tahun ini terjerat lima perkara, yaitu tiga kasus disiplin dan dua kasus kode etik. Kasus kode etik itu berkaitan dengan putusan demosi selama tiga tahun ke luar wilayah NTT dan berkaitan dengan PTDH. Sedangkan kasus disiplin, yaitu meninggalkan tugas tanpa izin selama dua hari.
“Hukuman disiplin dengan patsus selama 14 hari belum dilaksanakan hingga saat ini. Jadi saya tegaskan lagi, anggota provos yang turun sudah dilengkapi dengan surat perintah, aturan dan tata cara yang diperbolehkan oleh aturan berkaitan kegiatan di lapangan,” jelas Ariasandy.
Dia menegaskan upaya yang dilakukan provos adalah untuk menertibkan anggota polri yang terikat oleh aturan dalam institusi. Sebab, Ariasandy berujar, Rudy masih berstatus sebagai polisi aktif.
“Yang namanya polisi tugasnya masuk kantor, ya masuk kantor tanpa alasan karena belum ada SKEP terhadap yang bersangkutan,” tegas Ariasandy.
Kabid Propam Polda NTT, Kombes Robert Anthoni Sormin, mengatakan Polda NTT tetap melaksanakan perintah atasan tanpa alasan. Sehingga penahanan tetap dilaksanakan secara tegak dan tegas.
“Apa pun alasannya, kami tetap melaksanakan perintahnya. Kalau juga yang bersangkutan tidak datang, saya tegas mengatakan akan melaksanakan perintah atasan ankum,” tandas Sormin.
BACA JUGA:
Polda NTT Geruduk Rumah Rudy Soik Melawan: Mau Ditembak Mati Pun Saya Tidak Akan Ikut
Jemput Paksa Diklaim Tak Ada Surat Perintah
Diberitakan sebelumnya, kuasa hukum Ipda Rudy Soik, Ferdy Maktaen, menyebut anggota Provos Polda NTT yang menjemput paksa kliennya tak dibekali surat perintah. Hal itu dinilai sebagai tindakan yang tak manusiawi.
“Saya minta agar Polda NTT lebih manusiawi. Kalau ada surat perintah terhadap klien kami, pasti dia kooperatif. Ini tiba-tiba datang dengan banyak pasukan, kan kami bingung,” ujar Ferdy, Senin (21/10/2024) malam.
Ferdy menjelaskan alasan penjemputan paksa itu karena Rudy tidak masuk kantor selama dua hari. Menurutnya, upaya tersebut merupakan akumulasi ketidakpuasan Kapolda NTT, Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga, terhadap isu pemasangan garis polisi dan penyelidikan bahan bakar minyak (BBM) ilegal yang dilakukan Rudy.
Ferdy menilai, penjemputan paksa itu merupakan upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap Rudy ketika mau membongkar mafia BBM.
“Hari ini kita dipertontonkan sebuah drama bahwa anggota yang tidak masuk dua hari dijemput paksa oleh Polda NTT. Saya minta kapolri segera atensi kasus ini,” ucapnya.
Ferdy menyayangkan tindakan Polda NTT yang makin arogan. Dia menyebut Polda NTT tak mengikuti aturan kapolri terhadap putusan yang diberikan kepada Rudy. Padahal keberatan yang telah diajukan tidak ada keputusan dan diberikan kepada Rudy.
“Tiba-tiba langsung datang jemput. Mirisnya hanya dua hari tidak masuk kantor saja langsung mau jemput paksa untuk ditahan. Kasihan sekali. Putusan sampai hari ini tidak dikantongi oleh klien kami,” ungkap Ferdy.
Ferdy akan melaporkan Polda NTT ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Menurut dia, aksi para provos itu membuat keluarga, istri, dan anak-anak Rudy trauma.
“Ini anak-anak pada trauma. Bayangkan saja anak-anak Pak Rudy menangis di belakang rumah. Ini membuat mental anak terganggu. Kami akan laporkan mereka ke Komnas HAM,” tegas Ferdy.***(detikcom)