KPK: Cecer Anggota DPR RI Fraksi PKB Terkait Dalam Kasus Pesanan Pengaturan Proyek Kemnaker
Diterbitkan Sabtu, 30 September, 2023 by NKRIPOST
NKRIPOST, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya pesanan pengaturan berbagai proyek di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker). Informasi ini didapat setelah penyidik mencecar anggota DPR RI Fraksi PKB Luqman Hakim.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan Luqman diperiksa sebagai saksi dalam kasus korupsi pengadaan sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kemnaker. Ia diduga mengetahui pesanan itu.
“Dikonfirmasi juga mengenai dugaan adanya pesanan pengaturan untuk berbagai proyek pengadaan oleh beberapa pejabat di Kemenaker,” kata Ali kepada wartawan yang Sabtu, 30 September.
Ali bilang Luqman diduga mengetahui praktik itu karena dia pernah menduduki posisi staf khusus di Kemenaker saat dugaan korupsi ini terjadi pada 2012.
BACA JUGA:
ASN Boleh Memiliki Istri ke-2, 3, dan 4, Tapi Kalau Perempuan PNS Jadi Istri Kedua Diberhentikan
Selain itu, penyidik juga menelisik proses perencanaan hingga lelang pengadaan sistem. Ali bilang keterangan ini diminta dari Rinto Sugita dan Irwan Arifiyanto yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS) Kemnaker.
“Kedua saksi hadir dan didalami kembali kaitan perencanaan sampai dengan tahap lelang untuk pengadaan sistem proteksi TKI di Kemenaker RI,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pengadaan sistem ini. Meski belum disebut, informasi beredar menyebut ketiganya adalah Sekretaris Badan Perencanaan dan Pengembangan Kemnaker I Nyoman Darmanta, eks Dirjen Kemnaker yang kini jadi Ketua DPW PKB Bali Reyna Usman, dan seorang swasta.
Dalam mengusut kasus ini, ada sejumlah saksi yang sudah diperiksa. Salah satunya adalah eks Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang menjabat periode 2009-2014 pada Kamis, 7 September.
Adapun nilai proyek pengadaan sistem informasi yang diduga menjadi bancakan para pelaku mencapai sekitar Rp20 miliar. Wakil Ketua Alexander Marwata menyebut sistem ini diduga dikorupsi hingga akhirnya tak bisa digunakan untuk mengawasi TKI.
“Yang bisa komputer saja untuk mengetik dan lain sebagainya. Tapi, sistemnya sendiri enggak berjalan,” tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, 24 Agustus. ( VOI/NKRIPOST )