NKRIPOST

NKRIPOST – VOX POPULI PRO PATRIA

Air Dan Kehidupan

Listen to this article

Diterbitkan Minggu, 13 Maret, 2022 by NKRIPOST

 

Oleh : Patricius M Botha

Dosen pada Sekolah Tinggi Pembangunan Masyarakat St. Ursula Ende.

Beberapa waktu yang lalu, seperti yang dilansir oleh Gatra.com, Gubernur NTT Viktor bung tilu Laiskodat menyampaikan bahwa tahun 2022 masyarakat NTT tidak akan mengalami krisis dalam ketersediaan air dan masyarakat NTT akan minum air langsung dari keran (https://www.gatra.com.

Masalah-air-bersih-di-ntt-dijanjikan-tuntas-pada-2022). Hal ini tentu menarik untuk dikaji dalam konteks krisis air dan keadilan pada masyarakat desa terlebih desa dilereng bukit.

Apa yang disampaikan oleh gubernur NTT ini tentu bertolak dari representasi negara mengelolah sumber daya alam.

Dari prespektif keadilan sosial kita coba menebak-nebak rancang bangun narasi Negara dengan melihat aktivitas hidup masyarakat desa secara utuh.

Di NTT air bukan lagi menjadi isu baru yang diperdebatkan melainkan isu yang sampai saat ini belum dipecahkan secara tuntas.

NTT sendiri merupakan provinsi sasaran pemerintah pusat dalam pembangunan terlebih pengentasan krisis air. Ada beberapa bendungan dan waduk yang di bangun di NTT. Semuanya dimaksudkan agar masyarakat NTT tidak mengalami krisis pasokan air untuk keberlangsungan hidup.

Harapan pencapaian negara seperti apa yang disampaikan Gubernur NTT ini layaknya patut diapresiasi. Namun tentu dalam mendukung narasi pembangunan, tidak juga diabaikan konflik-konflik lokal yang berjamur akibat krisis air.

Sebagai kebutuhan krusial bagi hidup dan kehidupan seluruh mahkluk hidup, Persertikatan Bangsa Bangsa (PBB) mendeklarasikan pemenuhan kebutuhan akan air adalah hak asasi manusia.

Ini berarti akses terhadap air adalah hak dasar bagi setiap individu yang ada di dunia. Di Indonesia, hak akan pemakaian air diatur dalam Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang Undnag No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Seiring berjalannya waktu, air menjadi salah satu sumberdaya alam yang sangat langka keberadaannya. Beberapa ahli menyatakan bahwa walaupun Indonesia termasuk negara yang kaya akan air, tetapi beberapa faktor mendasar dapat menjadi penyebab kelangkaan air di negara ini dimasa depan.

Pertama, ketimpangan spasial dan perbedaan musim yang diakibatkan perubahan iklim yang dialami oleh beberapa daerah di Indonesia. Saat musim penghujan yang tidak merata di semua tempat, beberapa daerah mengalami kelimpahan air sedangkan beberapa daerah mengalami kekeringan.

Permasalahan kedua adalah ketersedian jumlah air yang layak dikonsumsi berbanding terbalik dengan jumlah penduduk yang terus bertambah.

Jumlah penduduk yang terus bertambah menjadikan kebutuhan akan air semakin menjadi vital. Kekurangan air dapat menjadi penghambat kegiatan rumah tangga, agricultural, perekonomian, dan keberlangsungan program-program kesehatan yang kemudaian dapat membawa dampak buruk (Samekto & Winata, 2016).

Selanjutnya, perpindahan jumlah penduduk dari desa ke kota turut menjadi faktor krisis air special. Kawasan pedesan dinilai mengalami kekurangan air akibat kesenjangan penyaluran air yang berlebihan ke daerah perkotaan.

Beberapa peneilitian mengungkapkan, daerah perkotaan lebih banyak menerima air bersih karena 60% populasi dunia hidup di perkotaan, dan kota seringkali merupakan pusat perekonomian sebuah daerah atau negara.

Air bersih adalah hal yang vital guna mendukung kelancaran kegiatan perekonomian. UNICEF Indonesia dalam kajiannnya tahun 2012 melaporkan bahwa isu air bersih termasuk isu penting yang masih terus membutuhkan perhatian penting di Indonesia.

Masalah air memberikan implikasi serius terhadap kualitas sumber daya dan produktivitas manusia. Beberapa langkah konkrit telah dilakukan demi mengatasi masalah ini.

Pihak – pihak strategis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah ini dengan berbagai upaya. Pemerintah melalui regulasi berusaha mengatur pennyaluran air agar bisa meningkatkan akses air bersih.

Pihak swasta melalui proyek pembangunan juga berusaha menjembatani penyaluran air. Aktivitas manusia yang berlebihan dalam ekspolitasi sumber daya alam juga dapat menyebabkan krisis air.

Pembangunan infrastruktur yang membutuhkan pengosongan lahan yang luas turut menjadi faktor penyebab krisis air. Pengosongan lahan dengan menebang pohon menyebabkan erosi yang menghanyutkan permukaan tanah yang subur dan air.

Isu strategis mengenai air telah banyak diperbicangkan dan bahkan telah banyak alternatif penanggulangan yang telah dilakukan oleh Negara.

Negara melalui UUD 1945 pasal 33 ayat 1 telah dengan secara tegas mengamankan seluruh aset Negara demi bonum commune (kebaikan bersama).

Akan tetapi Kebaikan Bersama tidak mendapat tempat bagi rakyat. Siapa yang yang harus bertanggung jawab? Negara ataukah rakyat apabila dilihat dari proses yang lebih struktural.

Meninjau hal ini tentu harapan sustaenability atau lebih dekatnya dengan pengharapan bersama menuju keseimbangan harus tegas dipertanggungjawabkan.

Kehadiran negara dari hulu-hilir adalah suatu kewajiban yang tidak bisa diperkarakan. Air adalah jaminan hidup untuk sebuah keberlangsungan ekosistem yang didalamnya ada manusia sebagai biota berakal.

Kondisi krisis air adalah kondisi manusia bersama, bukan menjadi kondisi komunitas apalagi menjadi soal yang harus dijawab secara struktural.

Masyarakat di dataran tinggi tidak boleh dipandang sebagai pemelihara pasokan air bagi mereka yang berada pada dataran rendah.

Konsekwensinya adalah sebagian lahan resapan air ditempatkan pada lahan produktif masyarakat di dataran tinggi. Pemeliharaan pasokan air harus dijamin keutuhannya bersama, bergerak bersama.

Mediasi ini harus dibangun dengan baik sehingga tidak terjadi ketimpangan narasi yakni mereka yang memelihara dan mereka yang memanfaatkan air.

Narasi memelihara dan memanfaatkan harus menjadi narasi bersama baik masyarakat di dataran tinggi dan juga masyarakat di dataran rendah.

Topografi wilayah harus dilihat oleh manusia dengan citra saling mengedepankan keunggulannya dan mengantisipasi kekurangan air karena air adalah kehidupan bukan semata untuk pemenuhan kebutuhan manusia setiap hari.

Oleh karena itu air dan keadilan sosial harus menjadi isu yang digabungkan dan tak boleh dilepas pisahkan begitu saja.

(Ryan Laka Ma’u)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

REDAKSI: JL. MINANGKABAU TIMUR NO. 19 A, KEL. PS. MANGGIS, KEC. SETIABUDI KOTA JAKARTA SELATAN - WA: 0856 9118 1460  
EMAIL: [email protected]
NKRIPOSTCO ©Copyright 2024 | All Right Reserved