Irjen Daniel Tahi Buka Suara Soal Polemik Seleksi Taruna Akpol NTT
Diterbitkan Selasa, 9 Juli, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST KUPANG – Kapolda Nusa Tenggara Timur (NTT) Irjen Daniel Tahi Monang Silitonga terseret dalam sentimen negatif publik yang merespons hasil seleksi calon taruna Akademi Kepolisian asal daerah itu.
Silitonga dianggap ikut bertanggung jawab dalam dugaan praktik nepotisme yang mengeliminasi putra-putri daerah setempat dan memberi ruang bagi peserta titipan dari luar daerah.
Ia membantah.
Kepada Kompas, Senin (8/7/2024) siang, Daniel memberikan sejumlah klarifikasi terkait proses seleksi taruna Akademi Kepolisian (Akpol) yang mengisi 11 kuota yang ditentukan oleh Markas Besar (Mabes) Polri.
Ia pun merinci komposisi 11 orang dimaksud.
”Satu orang asli putra daerah NTT, lima orang putra daerah yang lahir dan besar di NTT, dan lima orang pendatang yang sudah menetap di NTT,” kata Daniel lewat pesan singkat.
Silitonga menuturkan, seluruh hasil tes langsung ditayangkan dan ditandatangani peserta dan pengawas.
Setiap kali setelah pelaksanaan tes, peserta juga dipersilakan mengisi survei kepuasan yang dilakukan secara terbuka.
Setiap tahapan diawasi secara ketat oleh pengawas internal dan eksternal.
”Panitia pun tidak bisa mengubah hasil perolehan nilai karena sudah diolah dalam sistem dan peserta pun sudah mengetahui nilai setiap selesai tahapan pendaftaran,” tulis Daniel.
Daniel menjadi sorotan setelah empat orang calon lolos berasal dari satu suku yang sama dengan dirinya.
Bahkan, di publik, beredar informasi bahwa salah satu di antaranya adalah anak kandung Daniel. Saat ditanya terkait hal itu, Daniel belum merespons.
Pada Senin pagi, Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius Beda Daton mendorong agar Mabes Polri meninjau kembali seleksi calon taruna Akpol di NTT.
Seleksi harus diulangi dengan memprioritaskan putra-putri NTT.
Hal ini seperti yang berlaku di wilayah Papua. Proses seleksi juga harus dilakukan secara terbuka agar publik dapat memantaunya.
BACA JUGA :
Kepala Perwakilan Ombudsman NTT Darius B Daton
Menurut Darius, sentimen buruk terhadap Daniel yang dianggap bertanggung jawab dalam dugaan praktik nepotisme, itu tidak terelakkan.
Sebab, 4 dari 11 calon yang lulus mewakili NTT dikaitkan dengan identitas asal suku Daniel.
Empat orang dimaksud adalah Timothy A Silitonga, Arvid T Situmeang, Brian LS Manurung, dan Madison JRK Silalahi.
Mereka diduga menggunakan alamat tempat tinggal di NTT hanya untuk kepentingan seleksi calon taruna Akpol 2024.
”Ini bukan soal rasis terhadap suku tertentu, tetapi ini adalah wujud dari keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Gunanya alokasi kuota di setiap provinsi itu agar ada perwakilan putra-putri dari sana,” kata Darius.
Ia menilai, masuknya peserta dari luar yang memiliki koneksi ”orang dalam” untuk mengisi kuota NTT adalah bentuk perampasan.
”Kalau cara kerja seperti itu, tidak perlu lagi dibikin seleksi daerah. Langsung saja seleksi di Mabes Polri,” ujarnya dengan nada kesal.
Melihat kejanggalan dalam seleksi calon taruna Akpol di NTT, banyak orangtua pesimistis, anak mereka yang bercita-cita masuk Akpol dapat melewati proses tersebut dengan baik.
Ada yang memilih mengurungkan niat mereka karena tidak memiliki koneksi ”orang dalam”.
”Yang kami bisa lakukan adalah menyiapkan dengan baik anak kami. Mereka harus belajar dan berlatih fisik dengan disiplin. Kalau harus dengan cara nepotisme apalagi suap, kami angkat tangan,” kata Laurens (44), warga Kota Kupang. (*)
Berita ini dioptimasi dari Kompas.id.