Cerita Belanda Depok, Tahukah Anda: Depok itu Kepanjangan yang Berarti Organisasi Kristen Protestan Pertama!
Diterbitkan Kamis, 16 Januari, 2025 by NKRIPOST
NKRIPOST JAKARTA – Depok merupakan kota otonom yang berbatasan dengan Jakarta, Tangerang, Bekasi dan Bogor. Kota berpopulasi penduduk 2 juta jiwa ini memiliki sejarah panjang yang bermula dari abad ke-17. Hanya saja, tampaknya belum banyak orang tahu bahwa Depok sebenarnya adalah singkatan, bukan kata yang berdiri sendiri.
Sejarah mencatat Depok berasal dari singkatan bahasa Belanda, yakni De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen. Dalam bahasa Indonesia, kalimat tersebut memiliki arti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”. Bagaimana Depok berkaitan dengan sejarah Kristen Protestan tak terlepas dari peran Cornelis Chastelein.
Chastelein adalah pegawai VOC selama 20 tahun. Dia memulai karir di kongsi dagang itu sejak usia 20-an. Dari semula hanya pengawas gudang, tapi perlahan terus naik jabatan hingga menjadi saudagar utama dan anggota Dewan Kota Batavia.
Selama bertugas, pria kelahiran 1658 itu mendapat gaji bulanan sekitar 200-350 gulden. Angka tersebut cukup besar pada masanya. Tapi, dia jadi salah satu orang yang cukup pintar mengelola uang.
Alih-alih dihamburkan, gaji tersebut dialihkan untuk membeli tanah di sekeliling Batavia. Dalam Depok Tempo Doeloe (2011) dijelaskan, tanah pertama yang dibelinya pada 1693 itu berada di kawasan Weltevreden yang kini disebut Gambir. Tanah tersebut lantas difungsikan untuk menanam tebu.
Dua tahun setelahnya, Chastelein memutuskan pensiun dari VOC dan kemudian membeli lagi tanah di Serengseng yang kini disebut Lenteng Agung. Di lahan baru inilah dia menikmati masa pensiun dan menjalani kehidupan baru sebagai tuan tanah. Di sana dia membangun rumah besar dan banyak membawa orang tak hanya keluarga.
“Ketika pindah ke Seringsing, Chastelein bukan hanya membawa keluarganya melainkan juga budak-budaknya,” tulis Tri Wahyuning M. Irsyam dalam Berkembang dalam bayang-bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990-an (2017:41).
Total budak yang dibawa mencapai 150 orang. Para budak umumnya dari luar Jawa dan kemudian di antaranya menganut agama Kristen. Tak seperti orang lain, Chastelein sangat menghormati budak-budaknya. Sebagai kristen yang taat, dia memahami persoalan hak asasi manusia, sehingga sangat menyayangi mereka. Atas dasar ini pula, dia membebaskan semua budaknya.
Para bekas budak yang kemudian jadi anak buah lantas ditugaskan Chastelein mengelola rumah besar di Serengseng. Selain itu mereka juga ditugaskan mengurus perkebunan yang baru saja dibelinya di kawasan Mampang dan Depok. Seluruh lahan itu menghasilkan tanaman penghasil cuan, seperti tebu, lada, pala dan kopi.
Semua itu lantas membuat Chastelein makin kaya raya. Dia jadi salah satu orang terkaya di Batavia (kini Jakarta) sebelum akhirnya tutup usia pada 28 Juni 1714. Setelah wafat, orang-orang tak ribut kemana perginya harta dan tanah miliknya.
Sebab, tiga bulan sebelum wafat, tepat pada 13 Maret 1714, dia sudah menuliskan surat wasiat. Bahwa dia ingin seluruh hartanya tak hanya dibagikan kepada keluarga, tapi juga dibagikan gratis kepada para bekas budak-budaknya yang dimerdekakan. Tujuannya supaya mereka bisa mandiri dan sejahtera.
BACA JUGA:
Plus, dia juga ingin tanah tersebut berfungsi sebagai tempat penyebaran agama Kristen di Batavia. Amanah ini kemudian membuat para bekas budak Chastelein mendirikan komunitas bernama De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen atau Organisasi Kristen Protestan Pertama. Perlahan, tanah tempat komunitas itu berada berubah nama menjadi Depok, singkatan dari nama komunitas tersebut. Para anggota komunitas atau keturunannya kelak disebut sebagai ‘Belanda Depok’.
Seiring waktu, Depok tetap menjadi nama wilayah di era modern sampai sekarang. Hanya saja, berbagai kepanjangan baru bermunculan terkait asal-usul Depok. Salah satunya ada yang mengartikan Depok sebagai “Daerah Permukiman Orang Kota”.***CNBC Indonesia