Mabes Polri Buka Suara Soal PTDH Rudy Soik Usai Dikecam Keponakan Prabowo Subianto
Diterbitkan Senin, 14 Oktober, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST JAKARTA – Keputusan sanksi berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Dinas Polri kepada IPDA Rudy Soik menarik perhatian masyarakat luas. Salah satu yang ikut menyoroti kasus tersebut datang dari, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Ketua Umum (Ketum) Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) yang juga keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Ketum JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya seharusnya diberikan apresiasi, bukan justru sebaliknya.
“Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Sdr Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.” Ujar Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memulai keterangan persnya yang diterima media ini, Sabtu (12/10).
Politisi Gerindra yang juga merupakan keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto ini mengecam tindakan pemecatan tersebut, menurutnya keputusan Pemberhentian yang dialamatkan Rudy Soik Tidak Sesuai Dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Dia (Sdr Rudy) memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota Kepolisian. Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat terjadi jika anggota Kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat. Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian.” Tuturnya.
BACA JUGA:
Keponakan Prabowo Subianto Kecam Keputusan Kapolda NTT, Kasus Ini!
Merespon kritikan dari masyarakat luas, Mabes Polri akhirnya buka suara soal Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik yang dipecat usai membongkar mafia bahan bakar minyak (BBM) di Kota Kupang.
Sebelum dipecat, Rudy menjabat sebagai Kepala Urusan Pembinaan Operasi (KBO) Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resor Kupang Kota, Daerah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Saat itu, Rudy bersama dengan tim melakukan operasi penertiban terkait penyalahgunaan BBM bersubsidi dan menangkap Ahmad, pembeli minyak solar subsidi yang menggunakan barcode nelayan palsu atas nama Law Agwan.
Terkait pemecatan Rudy, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan bahwa hal itu berada dalam wewenang Polda NTT dan secara prosedural sudah diusut oleh Propam NTT.
“Sudah dilakukan oleh Polda NTT, dan secara prosedural oleh Divisi Propam. Lebih lanjut sudah disampaikan oleh Kabid Humas dan Kabid Propam Polda NTT,” tegas Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko, dikutip kompas, Senin (14/10/2024).
Terpisah, Kadiv Humas Polri Irjen Pol Sandi Nugroho mengatakan, proses pemberhentian Rudy Soik merupakan wewenang Polda NTT.
“Itu wewenang Polda (NTT),” kata Sandi kepada wartawan Senin (14/10/2024).
Sandi menyebut, pihaknya memang melakukan antensi terkait pemecatan Rudy Soik. Namun dia menyerahkan proses hukum ke Polda NTT.
“Kita asistensi aja, tapi masalah itu ditangani polda. Ada asistensi dari Divpropam, ada,” kata dia.
BACA JUGA:
Tegas!! Polri Tidak Akan Menoleransi Segala Bentuk Premanisme dan Anarkis
Pelaku Pembubaran Paksa Diskusi Forum Tanah Air di Hotel Grand Kemang Ditangkap Polisi
Dalam keterangan resmi yang dikutip Kompas, Kabid Propam Polda NTT Kombes Robert A Sormin menegaskan terkait proses hukum sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) yang melibatkan Ipda Rudi Soik hingga jatuhnya putusan pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Dalam penjelasannya, ia menekankan bahwa kasus ini berbeda dari yang sebelumnya, terutama karena adanya pemberitaan di media sosial yang menyoroti penanganan kasus oleh oknum tertentu.
Kombes Robert Sormin menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengecekan terhadap informasi yang beredar, dan hasil audit menunjukkan bahwa ada ketidaksesuaian dalam mekanisme penanganan yang dilakukan.
“Kami menemukan bahwa prosedur yang seharusnya diikuti tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada,” ujarnya.
Pemeriksaan ini melibatkan saksi-saksi yang memberikan keterangan bahwa tindakan yang dilakukan oleh oknum anggota Polda tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Kami menegaskan bahwa pemecatan ini bukan karena intervensi pihak luar, tetapi karena pelanggaran mekanisme yang jelas,” jelas Robert.
Dari hasil sidang Komisi Kode Etik, ditemukan bahwa anggotanya Ipda Rudi Soik telah menerima beberapa sanksi sebelumnya, termasuk hukuman pidana.
Kombes Robert mengingatkan kepada wartawan dan masyarakat untuk tidak mempremikasi bahwa pemecatan tersebut berkaitan dengan tindakan sewenang-wenang oleh pihak kepolisian.
“Kami ingin agar masyarakat memahami bahwa semua tindakan ini berdasarkan bukti dan proses hukum yang berlaku,” tambahnya.
Dalam sidang tersebut, para saksi juga menyatakan bahwa tindakan yang diambil oleh oknum tersebut bertentangan dengan peraturan yang ada, dan bahwa ia meninggalkan proses sidang saat tuntutan dibacakan. Hal ini menambah bobot alasan pemecatan yang diambil oleh Polda NTT.
Kombes Robert menegaskan kembali pentingnya menjalankan mekanisme hukum yang benar dan transparan.
“Kami berharap informasi ini dapat diterima dengan baik oleh masyarakat dan mengedukasi tentang pentingnya kepatuhan terhadap prosedur hukum,” tutupnya.***