Pembentukan Raperda PPKLP, DPRD Kota Bogor Serap Aspirasi Masyarakat
Diterbitkan Kamis, 6 Juni, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST BOGOR – HUMPROPUB – DPRD Kota Bogor melalui komisi-komisi yang ada, menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP).
Dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat terhadap pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda), tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Pendidikan (PPKLP), pada Rabu, (05/06/2024).
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bogor, Anna Mariam Fadhilah, menyampaikan Raperda PPKLP merupakan raperda yang diinisasi oleh DPRD Kota Bogor.
Hal tersebut, dikarenakan DPRD Kota Bogor melihat kasus kekerasan di lingkungan pendidikan yang terjadi di Kota Bogor semakin marak. Sehingga, perlu diterbitkan aturan baru guna mengurai dan meminimalisir terjadinya tindak kekerasan.
Anna membeberkan, berdasarkan data yang disampaikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bogor, sepanjang tahun 2022, terjadi 129 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dimana 40 persen diantaranya merupakan kasus kekerasan terhadap anak.
Bahkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bogor merilis data aduan kekerasan seksual di sepanjang tahun 2023 tercatat ada 11 kasus.
Kondisi yang menjadi keprihatinan bagi dunia pendidikan adalah, kasus kekerasan seksual terhadap anak, telah terjadi sebanyak lima kasus di sekolah.
“Ini menjadi salah satu concern kami di DPRD. Terkait maraknya kasus kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Harapannya, dengan adanya Perda ini, dapat meminimalisir, mengurai jumlahnya”, jelas Anna.
Raperda PPKLP yang saat ini tengah digarap oleh DPRD Kota Bogor akan menjadi yang pertama di Indonesia.
Sehingga, menurut Anna, penting untuk menyerap aspirasi dari berbagai elemen masyarakat untuk memastikan Raperda yang disusun akan berguna dan tepat sasaran.
BACA JUGA :
Komisi III Soroti Pembangunan Dua Unit Sekolah Satu Atap
Komisi III Minta Pemkot Tak Gegabah Jalankan Angkot Listrik
DPRD Kota Bogor Sampaikan Terdapat 38 Rekomendasi Untuk Pemkot Bogor Di Rapat Paripurna
Anna juga mengungkapkan, pembentukan Raperda PPKLP mengambil sumber dari Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 46 Tahun 2023, tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
“Jadi alhamdulillah kita menjadi yang pertama di Indonesia, dan mudah-mudahan bisa menghasilkan Perda yang bermanfaat bagi warga Kota Bogor”, pungkasnya.
Dihal yang sama, Ketua Komisi IV DPRD Kota Bogor, Akhmad Saeful Bakhri mengungkapkan, banyak sekali masukan yang disampaikan oleh masyarakat terkait pembentukan Raperda PPKLP.
Sebagai ketua komisi yang membidangi masalah pendidikan, Akhmad Saeful Bakhri menyampaikan, salah satu masukan dari masyarakat adalah perlunya penyesuaian penyusunan Raperda. Agar selaras dengan Perda Nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak.
“Banyak sekali masukan yang diberikan baik dari aktivis, masyarakat, orang tua murid, dan elemen lainnya”, ujar Akhmad Saeful Bakhri.
Lebih lanjut, ia menambahkan, salah satu yang kami soroti adalah tentang masukan pembentukan Raperda PPKLP ini harus disesuaikan dengan Perda nomor 3 tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Kota Layak Anak.
Ia juga menyampaikan, Komisi IV DPRD Kota Bogor akan melakukan pengawasan secara intensif terhadap kasus kekerasan yang ada di lingkungan pendidikan.
Karena, menurutnya, kekerasan tidak hanya terjadi kepada murid saja, tetapi guru juga bisa menjadi korban dari kasus kekerasan yang terjadi di sekolah.
Contohnya adalah Kekerasan atau tindakan diskriminatif yang didapatkan oleh seorang guru honorer di SDN Cibeureum 1 Kota Bogor.
Seorang guru honorer secara sepihak dipecat oleh kepala sekolah karena dianggap menjadi pelapor dugaan pungli PPDB di sekolah tersebut, yang menyebabkan siswa dan orang tua siswa melakukan demo penolakan atas pemecatan tersebut.
“Tentu kami akan memperhatikan dari segala sudut dan perspektif yang ada. Kekerasan terhadap murid dan guru harus dihapuskan dari lingkungan sekolah”, tutupnya.
(M. Fazar Sutiono)