Pulau Salemo: Tapak Peradaban dan Harapan (2)
Diterbitkan Senin, 30 Mei, 2022 by NKRIPOST
NKRIPOST, PANGKEP – Sejarah adalah sebuah medium pengetahuan. Dengannya, kita dapat mengetahui apa yang mesti dipertahankan, dikukuhkan, dan dikembangkan. Sejarah layaknya sebuah lampu lalu lintas yang memberi isyarat, kapan kita mesti berhenti, berhati-hati, dan berjalan.
Sedemikian pentingnya pengetahuan akan sejarah, hingga seorang penyair Arab pernah berdendang “barangsiapa menampung sejarah dalam benaknya maka ditambahkan usia baginya”. Tentu penambahan usia yang dimaksud itu bukan dari segi kuantitas, melainkan produktivitas dan kemanfaatan hidup bagi banyak orang.
Penduduk di Pulau Salemo kini sebanyak 2.806 jiwa, di mana semuanya menganut agama Islam. Sebagian besar penduduknya memiliki kebiasaan shalat berjamaah di Masjid Nurul Ulama, yang oleh Kepala Kementerian Agama Pangkep menyatakan sebagai Masjid tertua di Kabupaten Pangkep. Pulau yang didalamnya pernah dibangun sebuah Pesantren yang dikenal sebagai Pesantren Salemo, adalah sebuah jejak sejarah yang menandakan bahwa ajaran Islam benar-benar pernah tumbuh dan didalami di Pulau tersebut.
![](https://nkripost.co/wp-content/uploads/2022/05/IMG-20220530-WA0015.jpg)
Pesantren Salemo
Adapun nama Pulau Salemo konon katanya, di atas hamparan gugusan pasirnya pernah ditumbuhi banyak pohon jeruk, yang dalam bahasa bugis disebut ‘lemo’, dan potongan kata ‘sa’ yang mengawalinya, menandakan bahwa Pulau tersebut berada di Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, sehingga dinamailah Salemo.
Pesantren yang dari rahimnya lahir ulama-ulama hebat pada bentangan tahun 1900 sampai tahun 1955 itu dinamai Pesantren Salemo. Pesantren yang di dalamnya terdapat Mesjid besar, yang selain sebagai tempat ibadah shalat, juga dijadikan sebagian wadah oleh warga untuk belajar ilmu agama kepada para Anregurutta (Kiai) melalui pengajian-pengajian yang digelar.
Alhamdulillah kami berserta rombongan Darma wanita Pangkep sholat berjama’ah dhuhur di mesjid Nurul Ulama dan kami menyaksikan mesjid tersebut ramai dengan jama’ah para warga sekitar mesjid.
Para Kiai itulah yang menabur benih peradaban di Pulau tersebut. Tradisi belajar dan ilmu agama yang dipelajari warga, diajarkan pula kepada anak-anaknya, hingga pada akhirnya semangat belajar mereka semakin terpacu dan terbentuklah tradisi belajar ala santri. Mereka sudah tidak hanya belajar di Masjid saja, tetapi mendatangi rumah-rumah yang ditinggali ilmu para Kiai yang mengampuh spesifikasi ilmu keagamaan yang berbeda, mulai dari belajar mengaji, bahasa arab, nahwus sharaf sampai pada belajar persoalan akidah, fikih, dan tawasuf.
Dari Pesantren Salemo itu, lahirlah beberapa ulama kharismatik, salah satu diantaranya KH Abdurrahman Ambo Dalle (Wajo), perintis Pesantren DDI yang berpusat di Kabupaten Barru.
Sumber : Bapak H. M. Nurhalik, S. Sos., MA. Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Pangkep dan wawancara beberapa toko masyarakat pulau Salemo. Ahad, 29 mei 2022.
Catatan: Annahl
Penerbit: Rustam Al-al