Kisah Seorang Pemulung Di Belu, PHK Pasca Pandemi
Diterbitkan Selasa, 24 Mei, 2022 by NKRIPOST
NKRIPOST, BELU – Akibat dampak dari covid 19 yang melanda dunia umumnya Indonesia Khususnya telah membuat perubahan secara drastis baik itu secara kehidupan sosial maupun secara ekonomi masyarakat. Dampak negatif yang dirasakan oleh masyarakat secara umum yakni, banyaknya karyawan yang secara paksa telah diberhentikan oleh Perusahan akibat pendapatan Perusahan yang menurun.
Putus Hubungan Kerja (PHK) yang diterima oleh para karyawan tersebut baik secara nasional maupun secara regional telah membuat beberapa karyawan harus banting stir agar tetap bisa memberikan nafkah untuk kehidupan keluarganya. Keadaan tersebut telah dirasakan oleh Bapak Michael Taek (53) Desa Tulamalae, Kecamatan Atambua Barat, Kab. Belu.
Sebelumnya, dia (Michael) bekerja di Kantor badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Belu sebagai tenaga Keamanan atau Security dan dia bekerja di Kantor tersebut kurang lebih 30 tahun lamanya . Akibat, dalam dari situasi Nasional yang kerja dari off line berubah ke Online (Covid 19) sehingga dia (Michael) diberhentikan dari Kantor BPS pada tahun 2020 lalu.” Ucapnya kepada media, senin 23/05/2022.
Akibat diberhentikannya, dia (Michael) harus berpikir keras alias putar otak agar dia bisa mendapatkan pekerjaan kembali untuk membiayai uang sekolah anak serta bisa menghidupi kebutuhan keluarganya. Sehingga, dia harus rela mengisi waktu luangnya dengan memgumupulkan barang – barang bekas alias pemulung untuk bisa menafkahi keluarganya selama masa pandemi.
“ selama saya diberhentikan dari BPS, saya harus mengisi waktu saya dengan mengumpulkan barang bekas untuk saya jual. Saya kumpul dari aqua, dos rusak dan besi tua untuk saya timbang agar uangnya saya bisa pake untuk bayar uang sekolah dan sisanya untuk kebutuhan kami sekeluarga.” Tuturnya.
BACA JUGA:
Wujudkan Kartu Malaka Sehat, Bupati Simon Nahak Temui Sesditjen Kemenkes RI
Potret Dunia Pendidikan Di Kota Atambua Kabupaten Belu NTT
Katanya, dia bekerja sebagai pengumpul barang bekas sejak tahun 2021 hingga sekarang. Dari barang bekas yang dikumpul setiap dua minggu sekali harus di antar ke agen penerima barang rongsokan untuk ditimbang. Hasilnya juga kadang memuaskan kadang juga tidak sesuai dengan banyaknya barang bekas yang dibawahnya.
“ barang yang kita timbang hasilnya ada yang cukup ada juga yang tidak. Kalo kita bawah banyak timbang bisa dalam hingga Rp. 700 ribu, kadang RP 300 ribu kadang juga Rp. 500 ribu. Kalau kita mau dapat banyak iya harus lebih giat bekerja lagi.” Tegasnya.
Cerianya, dia (Michael) saat ini mempunyai tiga orang anak dan ketiganya masih sekolah semua. Untuk itu, dia terus berputar otak untuk bisa mengisih waktunya demi mengumpulkan barang bekas agar biaya sekolah anaknya bisa dibayar.
“ memang, sekarang cari uang susah sekali apalagi dengan suasana covid begini mau kerja apa. Terpaksa kita harus bekerja seperti ini agar kebutuhan keluarga dan biaya sekolah anak bisa tetap terbayar walaupun hasilnya tidak memuaskan.” Sedihnya.
Namun, tegasnya, dengan kondisi seperti ini kita tidak boleh mudah menyerah, kita kita menyerah dengan keadaan maka kita pun tidak bisa berbuat apa-apa. Jelasnya. (Domi).