Ditangan Gubernur Viktor Laiskodat, Korupsi NTT Cenderung Meningkat
Diterbitkan Sabtu, 24 Juli, 2021 by NKRIPOST
NKRIPOST, JAKARTA – Kofi Annan, Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, menggambarkan dampak korupsi sebagai berikut (UN, 2004):
“korupsi ibarat penyakit menular yang menjalar pelan namun mematikan, menciptakan kerusakan yang sangat luas di masyarakat. Korupsi merusak demokrasi dan supremasi hukum, mendorong pelanggaran terhadap hak azasi manusia, mendistorsi perekonomian, menurunkan kualitas kehidupan dan memungkinkan organisasi criminal, terorisme dan berbagai ancaman terhadap keamanan untuk berkembang’
- Dalam waktu 5 Tahun, akan ada 10.000 anak muda NTT mendapat beasiswa pendidikan formal dan keterampilan ke luar negeri.
- Masalah perdagangan manusia di NTT diberantas
- Tiap kabupaten (22 kabupaten) akan ada pusat atau balai pelatihan kerja
- Di Rote ndao akan ada sekolah tinggi pelayaran
- Jalan-jalan di NTT akan segera di bangun dan ditingkatkan kualitasnya
- Di tiap desa, akan ada posko informasi untuk melacak dan menyebarkan adanya informasi darurat
- Lapangan pekerjaan terbuka untuk seluruh masyarakat desa di NTT
- NTT akan menjadi penghasil garam terbesar di tanah air
- Seluruh masyarakat NTT akan menikmati air bersih
- Puskesmas terapung di daerah terpencil
- NTT akan mempunyai industri perikanan di sepanjang laut Flores
Terpisah Koordinator Divisi Pengelolaan Pengetahuan Indonesia Coruption Watch (ICW) Wana Alamsyah mengungkapkan bahwa kasus korupsi di Nusa Tenggara Timur (NTT) cenderung meningkat dari tahun 2019 hingga 2020.
“Hal ini mengindikasikan bahwa pengelolaan anggaran yang dilakukan pemerintah daerah NTT setiap tahunnya semakin lemah dari segi pengawasan,” kata Wana dalam diskusi yang digelar Serikat Pemuda NTT, Jumat (23/7/2021) kemarin.
BACA JUGA:
Polri Imbau Masyarakat Tidak Terhasut Ajakan Aksi Unjuk Rasa Tanggal 24 Juli
Menurutnya, untuk jangka waktu 2016-2020 terdapat sekitar 64 kasus korupsi yang terjadi, lalu ada 145 orang tersangka dengan total kerugiannya sebesar 104,9 miliar.
Sementara tren penindakan kasus korupsi oleh penegak hukum, kata Wana, cenderung fluktuatif, tapi rata-rata sekitar ada 12 kasus per tahun.
Penindakan kasus korupsi yang dilakukan oleh institusi penegak hukum secara umum trennya cenderung fluktuatif,” ujar Wana.
Selain itu, modus yang paling sering digunakan oleh pelaku korupsi di NTT adalah kegiatan/proyek fiktif dan seringkali terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa.
BACA JUGA:
Serukan Perlindungan Anak, Pemda Timor Tengah Selatan Kukuhkan Forum Anak Kabupaten
Tak hanya itu, modus lainnya yang sering digunakan yaitu penyalahgunaan anggaran, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, mark up, laporan fiktif, pungli dan suap.
Wana menambahkan bahwa anggaran dana desa juga adalah sektor yang rentan dikorupsi di NTT dan pada tahun 2016-2020 sebanyak 37 kasus yang ditangani kejaksaan.
Dana desa menjadi sesuatu hal yang sangat menggiurkan bagi semua orang untuk melakukan tindakan korupsi, apalagi ranahnya yang ada daerah kecil dan pelosok menjadikan dana desa sangat perlu diawasi pengelolaannya. Hal ini sejalan dengan yang dihimbau KPK, Masyarakat diharapkan berpartisipasi mulai dari perencanaan hingga pelaporan penggunaan dana desa.
Di sisi lain, tambah dia, terkait transparansi dan akuntabilitas nyatanya belum terinternalisasi di dalam institusi penegak hukum. (**)