TNI-Polri Dalam Menangani Teroris OPM Di Papua Tidak Pernah Melibatkan Masyarakat Sipil
Diterbitkan Selasa, 25 Mei, 2021 by NKRIPOST
TNI-Polri Dalam Menangani Teroris OPM Di Papua Tidak Pernah Melibatkan Masyarakat Sipil
Nkripost, Papua – Isu penggunaan masyarakat sipil oleh TNI-Polri selalu digunakan Teroris OPM untuk dipublikasikan melalui media propagandanya dengan dalil yang dibunuhnya adalah mata-mata TNI-Polri.
Bisa Pendeta/gembala, pelajar, atau golongan dari masyarakat lainnya.
Menyikapi tuduhan ini, Kasatgas Humas Nemangkawi Kombes Pol Iqbal Alqudussy membantah keras pendapat tersebut. Iqbal menegaskan, satuan tugas TNI-Polri dalam melaksanakan tugasnya di Papua sangat profesional.
“Itu hanya pembenaran mereka saja, saat ini kami fokus pada penyisiran kelompok Teroris OPM di daerah-daerah yang kami namakan zona Mini (Mimika, Intan Jaya, Nduga dan Ilaga) kami telah menguasai camp-camp milik kelompok tersebut serta berusaha menciptakan suasana kondusif bagi masyarakat” kata Iqbal melalui rilisnya Selasa 25/5/21.
BACA JUGA: DPO Kelompok Teroris Terinus Enumbi Penembak Letda Blegur Ditangkap Satgas Nemangkawi
.
Lebih lanjut Iqbal mengatakan TNI-Polri juga melakukan kegiatan Soft Approach melalui dunia pendidikan, juga perekonomian melalui pemberian bibit pertanian, perikanan serta bidang sosial lainnya. “Tidak lupa Satgas TNI-Polri memberikan Trauma Healing bagi masyarakat khususnya bagi anak-anak pasca terjadinya kontak tembak” jelas Iqbal.
“Sinergitas TNI-Polri menjadi hal penting dalam pencapaian target operasi Nemangkawi, pemetaan kelompok dan Daftar Pencarian Orang (DPO) sudah kami petakan sebelum operasi penegakam hukum kami selalu berkoordinasi dengan kepala suku dan tokoh masyarakat setempat” ujar Iqbal.
Hal senada juga ditegaskan oleh Kepala penerangan Kogabwilhan III, Kolonel Czi IGN Suriastawa. “Saat ini posisi mereka terdesak, front politik dengan label teroris tidak mendapat dukungan dari dunia internasional, sementara front senjata mereka, TNI-Polri selalu membatasi ruang gerak kelompok ini dan intens dalam pengejaran.
“Front Clandestin mereka bermain di media sosial atau media online dengan memanfaatkan influencer yang pengikutnya banyak, didukung oleh media pro mereka, dengan menyebar berita-berita bohong” pungkas Suriastawa.(GEA)