ISRI : Demokrasi dan Buzzer Bukan Barang Baru
Diterbitkan Kamis, 11 Februari, 2021 by NKRIPOST
Nkripost.co, Jakarta – Teknologi Informasi pada era 4.0 menuju 5.0 tidak bisa terhindarkan, industri komunikasi menjadi sebuah komoditi pun sulit terhidarkan karena itu realitas sosial yang terus akan berkembang seiring waktu, narasi media sosial yang bahkan gaungnya dapat mengalahkan media mainstream itu impact dari perkembangan jaman yang tak dapat dihidari.
Menilai hal tersebut Sekjen DPN ISRI, Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia, Cahyo Gani Saputro menyampaikan beberapa catatan yaitu dalam menjaga common sense atau nalar publik telah ada dunia pendidikan yang mencerdaskan sudah tentu setiap manusia dapat menyaring informasi dengan nalarnya, daya kritis nalar publik akan menjadi pressure grup terhadap suatu kebijakan yang merugikan publik.
Problematika buzzer condong pada sisi pragmatis yaitu pilihan politik, misalnya bagaimana serangan buzzer terhadap Pak Jokowi saat mau maju menjadi Presiden dan mencalonkan kembali itu realitas lebih pada penggiringan opini, dan namun nalar publik tidak dapat dikalahkan buzzer alhasil Pak Jokowi juga tetap dipilih rakyat.
Sebenarnya problematika nya bukan pada buzzer tapi Contents atau isi dari pada informasi tersebut publik dapat membedakan mana yang kritis, mana yang berita bohong atau hoax bahkan mana yang ujaran kebencian, bahkan pada awal 2019 segenap komponen Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia sudah menggaungkan melawan hoax, ujaran kebencian dan sejenisnya karena merupakan ancaman terhadap demokrasi ujarnya.
Saat ini banyak pihak yang ingin mengkoreksi buzzer ini adalah hal baik, saatnya Pemerintah merealisasikan Polisi Cyber yang belum jalan dan terlihat serta tegas dalam penggunaan media sosial dapat diakses dengan NIK agar lebih bertanggung jawab. Tradisi menjaga nalar publik menjadi kritis adalah bagian dari mencerdaskan kehidupan bangsa, hal tersebut sangat sejalan dengan visi ISRI yang juga mencerahkan dan menyadarkam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Akan tetapi kritis bukanlah menghina, ujaran kebencian dan hoax yang dapat mengakibatkan delik hukum dan kritis bukanlah delik hukum yang harus dijatuhi pasal-pasal “karet” karena ini tidak mencerdaskan kehidupan bangsabangsa ujar Cahyo, yang juga Praktisi Hukum ini.