MUI Jambi : Kajian Halal Melampaui Sekat Iman
Diterbitkan Senin, 30 Mei, 2022 by NKRIPOST
NKRIPOST, JAMBI – Halal, suatu istilah fikih yang bermakna mubah (boleh), izn (izin), yang tidak hanya mengandung aspek legal secara hukum, namun juga bermakna solutif serta mengandung makna estetik. Maka, ungkapan Ibn al-halal atau bint al-Halal, mengandung dimensi klimaks dari kebaikan.
Hal tersebut disampaikan Hermanto Harun, selaku sekretaris Bidang Dakwah MUI Provinsi Jambi di Aula LPPM Universitas Jambi saat diberi panggung untuk berbagi tentang Halal dalam acara Pelatihan Pendamping Proses Halal yang di selenggarakan oleh Pusat Studi Kajian Halal Universitas Jambi. Senin (30/5/2022)
“Kajian Halal bagi seorang muslim, tidak hanya urgen dari sisi kepeduliannya terhadap hukum terhadap apa yang dilakukan dan di konsumsi, namun juga berkaitan dengan aspek kesehatan agar semua produk yang pakai dan dilahap itu memberi kebaikan dan terhindar dari bahaya dan keburukan.” Ujar Hermanto Harun disadur dari laman Facebooknya, Senin (30/5/2022).
“Dari itu, kajian halal ini tidak hanya dihadapkan pada kata ‘haram’, yang lebih dipahami berdampak ukhrawi dan disematkan dengan ancaman neraka. Tapi, kajian halal melampaui sekat iman yang diperlukan bagi manusia untuk memilah sesuatu yang memberi kebaikan bagi kehidupan.” Jelasnya lebih lanjut.
BACA JUGA:
Gubernur Jambi Terbitkan Pergub Zakat bagi ASN, Wajib dan Dipotong dari Gaji
TikToker Berhijab Pamer Bagian Sensitif Minta Maaf Usai Polres Asahan Gelar Pertemuan dengan MUI
Menurutnya, Dekade lahir ini, entitas halal menjadi isu kemanusiaan yang berorientasi menyelamatkan manusia dari ancaman kebinasaan, kehancuran serta kehinaan. Maka, Allah menghalalkan al-tayyibat yang melampaui kata boleh, namun juga baik dan memberi manfaat. Juga, Allah mengharamkan Khabaits, yang berarti sebuah prefensi agar manusia tidak jatuh kepada keburukan dan kahancuran.”
“itulah indahnya ajaran Islam, ketika menggunakan istilahpun, tidak semata difahami secara etimologis, yang hanya bertujuan untuk menghasilkan arti terhadap sesuatu, namun juga mengandung kekayaan makna yang menyimpan nilai kebermanfaatan bagi kehidupan manusia.”Jelas Hermanto.
Namun mencermati perkembangan saat ini, sekretaris Bidang Dakwah MUI Provinsi Jambi ini melihat masih terdapat banyak yang belum memahami.
“Tapi, anehnya banyak yang beridentitas Islam namun alergi dengan bahasa peradabannya sendiri. Ketika istilah al-Quran dengan bahasa arab yang menjadi keistimewaannya, justru dianggap tidak ilmiah, kearab-araban yang seolah sangat identik dengan kejumudan serta kerterblekangan. Padahal, peradaban dunia hari ini sangat berhutang budi pada Islam, baik bahasa serta peradabannya.” Urainya.
“Tapi, masalahnya adalah, seekor lalat tidak akan pernah mengerti tentang indahnya sekuntum bunga. Dan pekerjaan yang sia-sia itu diantaranya adalah meyakinkan lalat bahwa bunga lebih baik dari sekarung sampah.” Tutupnya. (Muslim)