Pewarisan Dokumentasi Tradisi Lisan Melalui Sastra Moderen
Diterbitkan Minggu, 3 Oktober, 2021 by NKRIPOST
Nkripost, Ende – Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Flores (Uniflor) menggelar kegiatan Diskusi Bulan Bahasa dengan tema Pewarisan Dokumentasi Tradisi Lisan Melalui Sastra Moderen. Bertempat di Anjungan Lantai III Prodi PBSI Sabtu 02/10/2021
Hadir narasumber utama Dr. Maria Matildis Banda, M.Hum., dua narasumber pendamping Drs. Yohanes Sehandi, M.Si. dan Dra. Maria M. Bali Larasati, M.Hum. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Prodi PBSI Uniflor Dr. Yosef Demon, M.Hum., dosen selingkup Prodi PBSI Uniflor, serta mahasiswa.
Dalam sambutannya Yosef Demon mengungkapkan pemilihan narasumber dilatarbelakangi oleh rekam jejak setiap narasumber di bidang sastra. Diharapkan agar materi yang disajikan narasumber dapat bermanfaat bagi peserta sehingga melalui bekal yang diperoleh peserta dapat mengikuti jejak narasumber baik narasumber utama maupun narasumber pendamping.
KEHIDUPAN MANUSIA BERHUBUNGAN ERAT DENGAN TARDISI LISAN
Melalui materi berjudul Upaya Alih Wahana Sastra Lisan (Cerita Rakyat), Maria Larasati mengungkapkan yang dimaksudkan dengan alih wahana merupakan transformasi. Adanya perubahan bentuk dari lisan menjadi tulis, dari tulis menjadi audio, dari audio dapat berkembang menjadi audio visual, dan kemudian bisa berkembang menjadi sinetron atau film. Alih wahana tersebut telah dan/atau pernah dilakukan oleh Prodi PBSI Uniflor dalam kegiatan antara lain cerita rakyat menjadi tampilan drama panggung. Cerita rakyat pasti tidak terlepas dari tradisi lisan di mana tradisi lisan bersinonim dengan folklor lisan. Tradisi lisan merupakan adat kebiasan turun-temurun yang hidup dalam masyarakat terutama komunitas etnik.
Menurutnya ada 3 jenis folklor yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Folklor lisan dapat ditemui dalam pantun, syair, bidal, pomeo, teka-teki, hingga nyanyian rakyat dalam komunitas-komunitas etnik dalam masyarakat. Folklor sebagian lisan dapat dilihat pada kepercayaan atau tahayul, hingga permainan dan hiburan rakyat. Sedangkan folklor bukan lisan antara lain arsitektur seperti bentuk dan simbol rumah adat, lumbung padi, tanaman/obat-obatan tradisional, makanan dan minuman, hingga pakaian adat.
Maria Larasati yang juga telah menerbitkan buku berjudul Ine Pare Dalam Komunitas Etnik Lio (2018) mengungkapkan bahwa cerita rakyat pasti bermula dari lisan dan berbahasa daerah. Ine Pare Dalam Komunitas Etnik Lio sendiri mengisahkan tentang kisah Ine Pare (cerita asal usul Padi) yang memiliki tiga versi yaitu versi Ine Mbu, Boby no’o Nombi, dan Ana Kalo.
SASTRA DAN SASTRAWAN NTT
Narasumber pendamping Yohanes Sehandi menyampaikan tentang makalah yang disusun sebagai bentuk dukungan terhadap penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti Matildis Banda. Menyesuaikan judul penelitian Latar Daerah Di NTT Dalam Sastra Indonesia Moderen, Yohanes Sehandi mengambil judul makalah Warna Daerah NTT Dalam Sastra Indonesia Moderen. Ia juga menjelaskan tentang sastra dan sastrawan NTT. Sastra NTT adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan orang yang menulis karya sastra yang bertumbuh dan berkembang di NTT disebut sebagai sastrawan NTT.
Sastra Indonesia warna daerah NTT adalah karya sastra yang mengandung kultur lokal, dan karakter khas daerah NTT yang biasanya tercermin dari para tokohnya. Untuk mengetahui suatu karya sastra memiliki warna daerah NTT dapat dilihat dari unsur instrinsik terutama karya sastra prosa yakni latar tempat terjadinya suatu cerita, nama-nama tokoh yang terlibat dalam karya tersebut yang merupakan nama-nama khas NTT yang juga bisa dilihat dari karakternya, tema yang diangkat dalam karya sastra tersebut khas NTT antara lain tentang belis dalam kawin-mawin, logat-logat para tokoh hingga gaya berbahasa. Salah seorang dari sastrawan NTT tersebut adalah Maria Matildis Banda.
TRADISI LISAN DALAM KARYA SASTRA MODEREN
Maria Matildis Banda hadir membawakan materi berjudul Mitos Nyale dan Pasola Transformasi Dari Tradisi Lisan Ke Sastra Modern Di Sumba Barat Daya. Tradisi lisan dikatakan memiliki kebenaran sejarah karena adanya budaya lisan. Kehebatan budaya lisan sama tingginya dengan budaya lain yang mempunyai budaya tulis. Hanya Ende yang mempunyai budaya tulis melalui aksara Lota yang diturunkan dari aksara Lontara dari Bugis. Ia menggarisbawahi era digital tidak membuat tradisi lisan mati dan tidak membuat pewarisan cerita rakyat mati.
Salah satu tradisi lisan yang dipakai sehari-hari adalah selendang tenun ikat dan/atau sarung tenun ikat. Tradisi lisan tidak kalah denga tradisi tulis karena tradisi lisan mempunyai potensi tersendiri seperti rumah adat, tenun ikat, termasuk tradisi menangkap ikan paus. Segala sesuatu yang diwariskan secara lisan itulah tradisi lisan. Sastra lisan, khususnya, merupakan bagian dari tradisi lisan yang memang difokuskan pada cerita rakyat dan sejenisnya (sastra lisan).
Berkaitan dengan pewarisan dokumentasi tradisi lisan melalui sastra moderen dapat dilihat dalam novel-novel karyanya antara lain Bugenfil di Tengah Karang dan Suara Samudera. Satu novel mengangkat tema Pasola akan dapat dinikmati oleh para pecinta sastra. Dalam menulisnya, ia melakukan penelitian/riset tentang tradisi menangkap nyale yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sebelum Pasola dilaksanakan. Kondisi tangkapan nyale merupakan indikasi keberhasilan atau kegagalan panen padi. (Ryand) di Anjungan Lantai III Prodi PBSI Sabtu 02/10/2021
Hadir narasumber utama Dr. Maria Matildis Banda, M.Hum., dua narasumber pendamping Drs. Yohanes Sehandi, M.Si. dan Dra. Maria M. Bali Larasati, M.Hum. Turut hadir dalam kegiatan tersebut Ketua Prodi PBSI Uniflor Dr. Yosef Demon, M.Hum., dosen selingkup Prodi PBSI Uniflor, serta mahasiswa.
Dalam sambutannya Yosef Demon mengungkapkan pemilihan narasumber dilatarbelakangi oleh rekam jejak setiap narasumber di bidang sastra. Diharapkan agar materi yang disajikan narasumber dapat bermanfaat bagi peserta sehingga melalui bekal yang diperoleh peserta dapat mengikuti jejak narasumber baik narasumber utama maupun narasumber pendamping.
KEHIDUPAN MANUSIA BERHUBUNGAN ERAT DENGAN TARDISI LISAN
Melalui materi berjudul Upaya Alih Wahana Sastra Lisan (Cerita Rakyat), Maria Larasati mengungkapkan yang dimaksudkan dengan alih wahana merupakan transformasi. Adanya perubahan bentuk dari lisan menjadi tulis, dari tulis menjadi audio, dari audio dapat berkembang menjadi audio visual, dan kemudian bisa berkembang menjadi sinetron atau film. Alih wahana tersebut telah dan/atau pernah dilakukan oleh Prodi PBSI Uniflor dalam kegiatan antara lain cerita rakyat menjadi tampilan drama panggung. Cerita rakyat pasti tidak terlepas dari tradisi lisan di mana tradisi lisan bersinonim dengan folklor lisan. Tradisi lisan merupakan adat kebiasan turun-temurun yang hidup dalam masyarakat terutama komunitas etnik.
Menurutnya ada 3 jenis folklor yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan. Folklor lisan dapat ditemui dalam pantun, syair, bidal, pomeo, teka-teki, hingga nyanyian rakyat dalam komunitas-komunitas etnik dalam masyarakat. Folklor sebagian lisan dapat dilihat pada kepercayaan atau tahayul, hingga permainan dan hiburan rakyat. Sedangkan folklor bukan lisan antara lain arsitektur seperti bentuk dan simbol rumah adat, lumbung padi, tanaman/obat-obatan tradisional, makanan dan minuman, hingga pakaian adat.
Maria Larasati yang juga telah menerbitkan buku berjudul Ine Pare Dalam Komunitas Etnik Lio (2018) mengungkapkan bahwa cerita rakyat pasti bermula dari lisan dan berbahasa daerah. Ine Pare Dalam Komunitas Etnik Lio sendiri mengisahkan tentang kisah Ine Pare (cerita asal usul Padi) yang memiliki tiga versi yaitu versi Ine Mbu, Boby no’o Nombi, dan Ana Kalo.
SASTRA DAN SASTRAWAN NTT
Narasumber pendamping Yohanes Sehandi menyampaikan tentang makalah yang disusun sebagai bentuk dukungan terhadap penelitian yang sedang dilakukan oleh peneliti Matildis Banda. Menyesuaikan judul penelitian Latar Daerah Di NTT Dalam Sastra Indonesia Moderen, Yohanes Sehandi mengambil judul makalah Warna Daerah NTT Dalam Sastra Indonesia Moderen. Ia juga menjelaskan tentang sastra dan sastrawan NTT. Sastra NTT adalah sastra Indonesia yang bertumbuh dan berkembang di Provinsi NTT yang ditulis dalam Bahasa Indonesia. Sedangkan orang yang menulis karya sastra yang bertumbuh dan berkembang di NTT disebut sebagai sastrawan NTT.
Sastra Indonesia warna daerah NTT adalah karya sastra yang mengandung kultur lokal, dan karakter khas daerah NTT yang biasanya tercermin dari para tokohnya. Untuk mengetahui suatu karya sastra memiliki warna daerah NTT dapat dilihat dari unsur instrinsik terutama karya sastra prosa yakni latar tempat terjadinya suatu cerita, nama-nama tokoh yang terlibat dalam karya tersebut yang merupakan nama-nama khas NTT yang juga bisa dilihat dari karakternya, tema yang diangkat dalam karya sastra tersebut khas NTT antara lain tentang belis dalam kawin-mawin, logat-logat para tokoh hingga gaya berbahasa. Salah seorang dari sastrawan NTT tersebut adalah Maria Matildis Banda.
TRADISI LISAN DALAM KARYA SASTRA MODEREN
Maria Matildis Banda hadir membawakan materi berjudul Mitos Nyale dan Pasola Transformasi Dari Tradisi Lisan Ke Sastra Modern Di Sumba Barat Daya. Tradisi lisan dikatakan memiliki kebenaran sejarah karena adanya budaya lisan. Kehebatan budaya lisan sama tingginya dengan budaya lain yang mempunyai budaya tulis. Hanya Ende yang mempunyai budaya tulis melalui aksara Lota yang diturunkan dari aksara Lontara dari Bugis. Ia menggarisbawahi era digital tidak membuat tradisi lisan mati dan tidak membuat pewarisan cerita rakyat mati.
Salah satu tradisi lisan yang dipakai sehari-hari adalah selendang tenun ikat dan/atau sarung tenun ikat. Tradisi lisan tidak kalah denga tradisi tulis karena tradisi lisan mempunyai potensi tersendiri seperti rumah adat, tenun ikat, termasuk tradisi menangkap ikan paus. Segala sesuatu yang diwariskan secara lisan itulah tradisi lisan. Sastra lisan, khususnya, merupakan bagian dari tradisi lisan yang memang difokuskan pada cerita rakyat dan sejenisnya (sastra lisan).
Berkaitan dengan pewarisan dokumentasi tradisi lisan melalui sastra moderen dapat dilihat dalam novel-novel karyanya antara lain Bugenfil di Tengah Karang dan Suara Samudera. Satu novel mengangkat tema Pasola akan dapat dinikmati oleh para pecinta sastra. Dalam menulisnya, ia melakukan penelitian/riset tentang tradisi menangkap nyale yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat sebelum Pasola dilaksanakan. Kondisi tangkapan nyale merupakan indikasi keberhasilan atau kegagalan panen padi.
(Ryand)