Bung Umbu, Mahasiswa Asal Sumba, Kritik Keras Konten Wisata yang Abaikan Etika Budaya
Diterbitkan Selasa, 20 Mei, 2025 by NKRIPOST

NKRIPOST, MALANG – Sebuah video viral dari akun “Jajago Keliling Indonesia” memicu kontroversi usai menampilkan anak-anak di Kampung Adat Ratenggaro, Sumba Barat Daya, yang meminta uang kepada pengunjung. Anak-anak dalam video itu diketahui berusia di bawah 12 tahun, dan kontennya disebarkan tanpa izin serta tanpa penjelasan kontekstual mengenai budaya lokal.
Menanggapi hal ini, Bung Umbu, mahasiswa asal Sumba Barat Daya yang tengah menempuh studi di Malang dan aktif sebagai jurnalis kampus Unitri, melontarkan kritik keras terhadap pembuat dan penyebar video. Menurutnya, tindakan tersebut mencerminkan kelalaian dalam memahami etika digital dan nilai-nilai sakral wilayah adat.
“Kalau memang ingin mengedukasi, mestinya dengan pendekatan dialogis, bukan menyebar video yang bisa membentuk citra negatif suatu daerah,” ujar Bung Umbu.
Bung Umbu menegaskan bahwa kritiknya tidak ditujukan kepada masyarakat Ratenggaro, melainkan kepada pembuat konten yang menurutnya gagal memahami dampak sosial dan kultural dari tayangan yang mereka sebarluaskan.
Kepala Suku Ratenggaro pun angkat suara. Ia menjelaskan bahwa dalam adat setempat, pemberian dari tamu bersifat sukarela, bukan kewajiban. Kejadian dalam video itu, katanya, bukanlah gambaran adat, melainkan akibat dari minimnya edukasi dan pendampingan, baik kepada anak-anak maupun wisatawan.
“Pemberian dari tamu adalah sukarela, bukan kewajiban. Ini terjadi karena belum adanya edukasi yang cukup, baik bagi anak-anak maupun wisatawan yang belum memahami nilai budaya lokal,” jelasnya.
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan kultural, Bung Umbu bersama sejumlah elemen masyarakat mendesak agar video tersebut segera dihapus untuk melindungi anak-anak dan menjaga nama baik masyarakat adat Sumba. Mereka juga mendorong Pemerintah Kabupaten Sumba Barat Daya dan dinas terkait untuk segera mengambil langkah nyata melalui edukasi budaya, pelibatan tokoh adat, dan penguatan pengelolaan pariwisata berbasis lokal.
“kita perlu etika digital, empati, dan penghormatan budaya dalam konten pariwisata,” tegas Bung Umbu.
Bung Umbu berharap praktik pariwisata berbasis budaya di Indonesia dapat berkembang secara sehat, manusiawi, dan saling menghormati, baik dari sisi pembuat konten maupun masyarakat lokal. (Lau Kaza)