Merasa Lahan Seluas 4,8 Hektar Diserobot, Warga di Karang Harapan Minta Kejelasan BPN Tarakan Kaltara
Diterbitkan Jumat, 3 Januari, 2025 by NKRIPOST
NKRIPOST TARAKAN – Permasalahan tanah atau sengketa lahan masih kerap terjadi di Kota Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara). Saling klaim dari para pihak yang bersengketa pun tak dapat terelakan.
Seperti kasus dugaan sengketa lahan seluas 4,8 hektar di Jalan Swaran, RT 12, Kelurahan Karang Harapan, Tarakan Barat, Kalimantan Utara (Kaltara).
Ialah Santung, yang meng-klaim lahan tersebut miliknya selama ini, tak pernah menyangka bahwa tanah yang digarap selama 41 tahun diklaim pihak lain.
Bahkan menurut salah seorang keluarga Santung, yakni Asri (39) mengakui, lahan yang menjadi sumber mata pencaharian bagi keluarganya kini diklaim orang lain atas dasar kepemilikan sertifikat resmi.
Dibalik sengketa ini, Asri mengungkapkan, ada terjadi kecurangan administrasi yang diduga melibatkan oknum pemgurus setempat (RT) maupun Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tarakan.
Lantas Asri menjelaskan, awal mula (sejarah) pengelolaan lahan dan rentetan kejanggalan yang terjadi hingga terbitnya sertifikat dari pihak lain.
“Pada tahun 1983, Santung dan kelompoknya membuka lahan dengan izin keperluan pertanian dan peternakan. Tanaman seperti jagung, kacang-kacangan, daun bawang, serta hewan ternak menjadi sumber penghidupan keluarga hingga saat ini,” jelas Asri.
Pada tahun 2000, untuk memperkuat legalitas lahan yang digunakan, Santung mengajukan Surat Pernyataan Penguasaan Tanah (SPPT) yang diterbitkan oleh Kelurahan Karang Harapan.
Menurutnya, dokumen ini ditandatangani oleh sejumlah pihak berwenang yakni Lurah Karang Harapan, Said Abdullah, Ketua RT 12, Nurjanah dan Santung sendiri.
“Pada tahun 2018, BPN Tarakan menerbitkan Peta Bidang Tanah (PBT) atas nama keluarga Santung, disertai 11 Nomor Identifikasi Bidang (NIB). Namun Sertifikat Hak Milik (SHM) belum diterbitkan BPN Tarakan dengan alasan kuota penuh,” terang Asri.
Lebih jauh Asri menuturkan, pada tahun 2020 dan 2024, harapan untuk memperoleh SHM pupus lantaran BPN Tarakan menolak pengajuan berkas dengan alasan, tanah yang dikuasai Keluarga Santung telah memiliki sertifikat atas nama Yesar Tinus.
“Kami kaget, tanah yang sudah jelas milik kami malah bersertifikat atas nama orang lain (Yesar Tinus dkk),” ujar Asri.
Atas hal tersebut, Asri pun tak tinggal diam hingga mencari informasi ke Badan Pertanahan Negara (BPN) Tarakan, sekaligus menelusuri penerbitan sertifikat milik Yesar Tinus.
Lantas, Asri mengungkapkan, peta bidang tanah keluarga Santung lebih dahulu diterbitkan dibanding dengan PBT milik Yesar Tinus.
Akan tetapi menurut Asri, BPN Tarakan tetap mengeluarkan PBT dan SHM untuk pihak yang meng-klaim. Akibatnya terjadi tumpang tindih pengukuran dan klaim.
“Kabid Pengukuran BPN Tarakan mengakui adanya kesalahan pengukuran yang dilakukan secara berulang. Atas hal ini kami sangat dirugikan,” kata Asri.
Lebih lanjut lagi Asri membeberkan, bahwa surat pernyataan Ketua RT 12, Budi Hadi, pada tahun 2022 juga memperkuat dugaan ini. Dalam suratnya, Budi menyatakan bahwa ia tidak pernah menandatangani dokumen terkait pengajuan PBT Yesar Tinus di wilayah RT 12.
Bahkan secara tegas menolak permintaan tersebut, lantaran mengetahui tanah yang diklaim (Yesar Tinus) merupakan milik Santung.
Dijelaskan lagi Asri, saat itu Budi Hadi menegaskan Yesar Tinus tidak memiliki lahan di wilayah RT 12, melainkan berada di RT 16. Dalam surat pernyataan, Budi Hadi membenarkan bahwa keluarga Santung memiliki tanah kavlingan di wilayah RT 12.
“Sebagai Ketua RT 12, saya mengetahui saat pengajuan peta bidang tanah milik Santung,” ucap Asri seraya menyampaikan perkataan Budi Hadi pada saat itu.
Seiring permasalahan yang tak kunjung usai, Asri pun mengungkapkan hal lainnya, dimana kejanggalan kembali terkuak ketika Ketua RT 16 mengaku telah menandatangani dokumen untuk Yesar Tinus, meskipun ia tidak pernah melalukan verifikasi lapangan (lahan).
“Saya yang tanda tangan dan saya tidak datang ke lokasi,” tutur Asri seperti yang dikatakan RT 16 pada waktu itu.
Selain itu, diakui Asri, pihaknya menemukan Surat Izin Memakai Tanah Negara (SIMTN) milik Yesar Tinus diterbitkan pada tahun 2012, dan itu jauh setelah SPPT milik Santung yang terbit pada tahun 2000.
Akibat semakin rumitnya kasus tersebut, Asri pun mengambil upaya hukum dan mediasi. Lantas, keluarga Santung melaporkan kasus ini ke Polres Tarakan, Kejaksaan Negeri, Ombudsman dan pemerintah Kota Tarakan.
Pihaknya telah berupaya melakukan mediasi dengan BPN pada 2023. Sebagai langkah sementara BPN telah memblokir sertifikat Yesar Tinus.
Asri menegaskan, jika kesalahan tersebut murni dilakukan oleh BPN, maka instansi tersebut harus bertanggungjawab.
“Sertifikat yang cacat administrasi harus dibatalkan,” jelas Asri.
Di sisi lain, guna mencari kejelasan atas dugaan sengketa ini, tim SuryaBorneo.com telah mengkonfirmasi pihak Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) Tarakan, pada Senin, 30 Desember 2024.
Akan tetapi, salah seorang petugas dari ATR/BPN Tarakan mengatakan, sejumlah pejabat yang berhak memberikan keterangan sedang menjalani cuti ahkir tahun.
“Kepala seksi pengendalian dan penanganan sengketa sedang libur natal dan tahun baru. Januari awal dipastikan sudah ada di kantor,” kata salah seorang pegawai saat dikonfirmasi.
BACA JUGA:
Adv. Atyboy Siap Hadapi PK Ho Hariaty, Putri Mantan Terpidana Korupsi BLBI Hokiarto
3 Pemdes di Jelai Hulu Desak PT. Falcon Agri Persada Segera Realisasikan Tanah Kas Desa
Sementara itu, keterangan yang didapatkan langsung dari Yesar Tinus, dirinya mengungkapkan, tanah tersebut awalnya milik Cita yang notabene mssih keluarga Santung,
Awalnya tanah tersebut dijual ke Edi Supianti alias Apiau. la pun membantah bahwa dirinya pelaku penyerobotan tanah.
“Peran saya hanya membantu proses pengurusan surat berdasarkan patok yang ada,” Ucap Yesar Tinus melalui seluler, pada Senin, 31 Desember 2024.
Terkait surat tanah yang sudah keluar Yesar Tinus menjelaskan, tanah tersebut sebelumnya pernah diukur dengan BPN dengan cara manual. Surat tersebut dikeluarkan atas nama, Almarhum (Alm) Panji.
“Saya tidak tau tiba-tiba sertifikat itu keluar, sertifikat itu keluar setelah PTSL. Jadi karena sudah di ukur makanyan keluar sertifikat itu,” tukas Yesar Tinus. (OC/HN)