Agus Mali Teuk, Oknum ASN Dinas Kesehatan Belu Dilaporkan Ke Bawaslu, Diduga Terlibat Politik Praktis
Diterbitkan Senin, 21 Oktober, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST ATAMBUA – Pesta Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia pada 27 November 2024 mendatang membutuhkan peran serta semua stakeholder demi terciptanya tujuan Pilkada yang menghasilkan Pemimpin – Pemimpin daerah yang sungguh-sungguh berdasarkan suara rakyat.
Untuk mencapai tujuan tersebut betapa pentingnya Netralitas ASN dari kegiatan politik praktis / Pilkada sehingga negara memberikan larangan dan sanksi yang jelas dan tegas. Netralitas ASN adalah sikap tidak Memihak dari segala bentuk Pengaruh Manapun dan tidak Memihak kepada kepentingan lain selain kepentingan negara dan bangsa.
Bahkan Pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah. Penerbitan SKB tersebut bertujuan untuk menjamin terjaganya netralitas ASN yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) saat Pemilu dan Pilkada serentak 2024.
Sungguhpun demikian, aturan tersebut sepertinya tidak ditakuti oleh seorang oknum ASN yang bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT), sehingga dilaporkan Putra Dapatalu, pengacara dari pasangan Calon Bupati Belu nomor urut 1, Willybrodus Lay-Vincente Hornai Gonsalves ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Belu.
Laporan terhadap oknum ASN Agus Mali Teuk tersebut terkait dugaan pelanggaran dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) Kabupaten Belu.
“Kita sudah laporkan ke Bawaslu Kabupaten Belu pada 24 September 2024 lalu,” ungkap Putra dikutip Kompas pada Senin (21/10/2024).
Putra Dapatalu menjelaskan bahwa Agus, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, mengirim pesan di grup WhatsApp.
Dalam pesan tersebut, Agus mengajak anggota grup untuk berkumpul di bidang kesehatan masyarakat. Lalu meminta mereka membawa data dari setiap organisasi perangkat daerah. Camat dan Lurah diminta untuk segera merilis kekuatan berdasarkan daftar pemilih sementara yang ada di tangan mereka.
Menurut Putra, tujuan dari ajakan tersebut adalah untuk menghitung kekuatan sekaligus melakukan intervensi mengingat pasangan calon bupati Agustinus Taolin – Julianus Tai Bere kurang mendapatkan suara.
“Intinya dalam pesan grup WA itu, dia (Agus) mengajak dan menggerakan orang untuk mendukung paslon nomor dua Agustinus Taolin-Julianus Tai Bere,” jelas Putra.
Ajakan tersebut kemudian diabadikan dalam bentuk tangkapan layar (screenshot) oleh salah satu anggota grup dan diserahkan kepada tim pemenangan Willybrodus Lay-Vincente Hornai Gonsalves.
“Dari data itu, kemudian saya diberikan kuasa oleh tim pemenang Sahabat (Willybrodus Lay-Vincente Hornai Gonsalves) untuk melapor ke Bawaslu,” tambahnya.
Putra mengaku telah diperiksa oleh Bawaslu terkait laporan tersebut dan kini masih menunggu hasilnya. Dia berharap Bawaslu dapat memberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan oleh ASN tersebut.
“Karena dalam undang-undang, ASN dilarang berpolitik. Dia harus netral. Jadi kalau ada ASN yang melanggar, maka Bawaslu harus bisa mengambil langkah sesuai prosedur yang ada. Kita berharap Bawaslu bisa bekerja maksimal,” tegas Putra.
Terpisah, Ketua Bawaslu Kabupaten Belu, Agustinus Bau, membenarkan adanya laporan tersebut.
Ia menyatakan bahwa laporan itu telah diteruskan ke Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 1 Oktober 2024 lalu.
“Saat ini, tinggal menunggu tindak lanjut dari BKN,” kata Agustinus singkat.
Hingga berita ini ditulis, awak media ini sedang berupaya melakukan konfirmasi langsung kepada Agus Mali Teuk, oknum ASN yang bertugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Belu, NTT.
BACA JUGA:
Sekda Kabupaten Belu: Tahun Politik, Netralitas ASN itu Harga Mati
Panglima TNI: TNI-Polri dan ASN Netral, Pemilu 2024 Akan Berjalan Lancar
Netralitas ASN terhadap Pemilu 2024
Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah dibuat untuk memudahkan ASN dalam memahami hal-hal yang tidak boleh dilakukan dan berpotensi melanggar kode etik maupun disiplin pegawai. SKB diberlakukan bagi ASN di seluruh tingkatan instansi baik di pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten, kota, provinsi diseluruh Indonesia.
Terdapat beberapa alasan yang mendasari kenapa ASN harus netral dalam pemilu. Salah satunya adalah mencegah konflik kepentingan. Netralitas ASN penting untuk memastikan tidak ada penggunaan fasilitas negara dalam upaya mendukung peserta pemilu tertentu. Alasan itu juga mendasari peraturan yang mewajibkan netralitas aparat negara lainnya di pemilu, seperti anggota TNI/POLRI, pegawai Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Berikut ini adalah undang-undang yang mengatur tentang netralitas ASN beserta TNI/POLRI:
(1) Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara
(2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)
(3) Peraturan Pemerintah RepublikIndonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
(4) Surat Edaran (SE) Nomor 16 Tahun2022 tentang Netralitas Pegawai Kementerian Keuangan
(5) Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004Tentang Kedudukan dan Peran TNI dalam Lembaga Pemerintahan Negara
(6) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN menyebutkan, bahwa ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain itu, ASN juga diamanatkan untuk tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
Undang-undang tersebut mengatur setidaknya 16 hal larangan untuk para ASN dalam pilihan politiknya, sebagai berikut:
(1) kampanye melalui media sosial;
(2) menghadiri deklarasi calon;
(3) ikut sebagai panitia atau pelaksana kampanye;
(4) ikut kampanye dengan atribut PNS;
(5) ikut kampanye dengan fasilitas negara;
(6) menghadiri acara partai politik;
(7) menghadiri penyerahan dukungan parpol ke pasangan calon;
(8) mengadakan kegiatan mengarah keberpihakan;
(9) memberikan dukungan ke calon legislatif atau independen kepala daerah dengan memberikan KTP
(10) mencalonkan diri tanpa mengundurkan diri sebagai ASN;
(11) membuat keputusan yang menguntungkan atau merugika npaslon;
(12) menjadi anggota atau pengurus parpol
(13) mengerahkan PNS ikut kampanye
(14) pendekatan ke Parpol terkait pencalonan dirinya dan orang lain
(15) menjadi pembicara dalam acara Parpol
(16) foto bersama paslon dengan simbol tangan atau gerakansebagai bentuk keberpihakan.
Sanksi pelanggaran ASN yang terbukti melakukan pelanggaran netralitas akan dijatuhi sanksi sebagaimana bunyi undang-undang. Aparatur sipil negara yang melanggar prinsip netralitas dinilai melanggar UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN dan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang PembinaanJiwa Korps dan Kode Etik PNS.
Adapun jenis sanksi bagi ASN yang melanggar netralitas diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sanksinya dibagi menjadi dua tingkatan, yakni hukuman disiplin sedang dan hukuman disiplin berat dengan rincian sebagai berikut:
Hukuman disiplin sedang:
(1) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 tahun;
(2) Penundaan kenaikan pangkat selama 1tahun;
(3) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 tahun.
Hukuman disiplin berat:
(1) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 tahun;
(2) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
(3) Pembebasan dari jabatan;
(4) Pemberhentian dengan hormat tidakatas permintaan sendiri sebagai PNS. ***(TIM)