Kasus Rudy Soik, DPRD NTT Minta Polda Libatkan Lembaga Independen
Diterbitkan Selasa, 15 Oktober, 2024 by NKRIPOST
NKRIPOST KUPANG – Anggota DPRD Nusa Tenggara Timur (NTT), Ana Waha Kolin, menyoroti pemecatan Ipda Rudy Soik oleh Polda NTT. Ana menegaskan penanganan kasus ini seharusnya melibatkan lembaga independen untuk memastikan transparansi.
“Pihak kepolisian harus melibatkan tim independen seperti Komnas HAM atau Kompolnas, agar hasil penyelidikan dapat dipercaya oleh publik,” ungkap Ana Waha Kolin di Kupang, Senin (14/10/2024) dikutip detikcom.
Ana Waha Kolin menambahkan bahwa Polda NTT perlu melakukan uji petik di lapangan dengan melibatkan pihak eksternal agar kasus ini dapat dijelaskan dengan jelas.
“Polda harus uji petik di lapangan, melibatkan pihak eksternal agar kasus ini menjadi terang benderang. Jika Rudy Soik tidak bersalah, pemulihan nama baiknya harus dilakukan. Namun, jika dia terbukti salah dan tindakan Polda sesuai dengan SOP, maka Rudy harus menerima putusan tersebut,” tegasnya.
Menurut kader PKB NTT ini, penting bagi Polda NTT untuk membuktikan dengan jelas kasus yang tengah ditangani, agar tidak menimbulkan kecurigaan di masyarakat.
“Keputusan pemecatan Rudy Soik harus didasarkan pada bukti yang valid. Apakah data yang dimiliki Polda benar? Apakah sudah dilakukan uji petik di lapangan?” terang Ana.
Ana juga mengungkapkan bahwa Rudy Soik adalah sosok polisi yang peduli terhadap masalah masyarakat, seperti kasus trafficking.
“Saya tahu Rudy Soik sangat berkiblat pada kepentingan masyarakat. Jika dia dipecat, ada apa di balik itu?” tanyanya.
BACA JUGA:
Mabes Polri Buka Suara Soal PTDH Rudy Soik Usai Dikecam Keponakan Prabowo Subianto
Keponakan Prabowo Subianto Kecam Keputusan Kapolda NTT, Kasus Ini!
Keponakan Prabowo Subianto Kecam Keputusan Kapolda NTT
Diberitakan sebelumnya, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo, Ketua Umum (Ketum) Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (JarNas Anti TPPO) yang juga keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto mengecam atas Keputusan sanksi berupa pemberhentian dengan tidak hormat (PTDH) dari Dinas Polri kepada IPDA Rudy Soik.
PTDH ini dilakukan oleh Komisi Kode Etik Polri, oleh Komisaris Besar Polisi Robert Antoni Sormin, S.I.K, Kabid Propam Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) selaku Ketua sidang Komisi Kode Etik Polri.
Dalam proses persidangan kode etik tersebut, juga didampingi oleh Ditreskrimsus Polda NTT selaku wakil ketua sidang Komisi dan juga komisaris polisi Nicodemus Ndoloe.
Rudy soik merupakan seorang polisi aktif yang selama ini berhasil dalam menangani kasus-kasus perdagangan orang di Kupang, Nusa Tenggara Timur, namun karena komitmen dan keberhasilannya dalam menangani kasus perdagangan orang di Kupang, Rudy Soik sering berhadapan dengan orang-orang yang memiliki kepentingan untuk bisnis perdagangan orang, mereka merasa terancam karena bisnisnya terganggu. Rudy pun akhirnya dipindahkan ke bagian lain karena dianggap menganggu ketenangan bisnis “Bajual Manusia”.
Dalam mengungkapkan kasus-kasus yang terjadi di wilayah Kepolisian Polda Nusa Tenggara Timur, Rudy selalu melakukan tindakan yang cepat dan tidak memikirkan bahwa ada oknum-oknum tertentu yang membackup bisnis yang melanggar hukum tersebut.
Tindakan Rudy yang dianggap menganggu bisnis kelompok-kelompok tertentulah yang akhirnya membawa Rudy dalam proses sidang etik dan diputuskan dengan pemberhentian dengan tidak terhormat.
BACA JUGA:
DPR Desak Polri Babat Abis Oknum yang Beking TPPO
Kabareskrim : Tindak Tegas Setiap Pelaku TPPO Sampai ke Akar-akarnya
Kasus Export Benur Lobster, Hasim Djojohadikusumo: Prabowo Sangat Marah Di Khianati Edhy
Merespon pemberhentian terhadap Rudy Soik, Ketua Umum (Ketum) JarNas Anti TPPO, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo menyayangkan kejadian tersebut, menurutnya seharusnya diberikan apresiasi, bukan justru sebaliknya.
“Ini merupakan kemunduran institusi penegakan hukum. Seharusnya kepolisian memberikan apresiasi atas kerja-kerja anggota polisi seperti Sdr Rudy Soik, yang banyak membuka tabir kasus-kasus yang merugikan banyak orang. Rudy Soik memiliki latar belakang yang baik dalam membuka kasus-kasus perdagangan orang yang terjadi di Nusa Tenggara Timur.” Ujar Rahayu Saraswati Djojohadikusumo memulai keterangan persnya yang diterima media ini, Sabtu (12/10).
Politisi Gerindra yang juga merupakan keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto ini mengecam tindakan pemecatan tersebut, menurutnya keputusan Pemberhentian yang dialamatkan Rudy Soik Tidak Sesuai Dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Dia (Sdr Rudy) memiliki track record yang baik dalam menjalankan tugas-tugasnya sebagai anggota Kepolisian. Selain itu, pemberhentian dengan tidak hormat terjadi jika anggota Kepolisian melakukan tindakan pelanggaran hukum yang berat. Pelanggaran berat apa yang bersangkutan telah lakukan sehingga layak diberhentikan dengan tidak hormat? Saya menghimbau seharusnya Kepolisian, khususnya tim Etik melakukan evaluasi pelanggaran seperti apa sehingga sampai pada pemberhentian.” Tuturnya.
Terpisah, di hubungi melalui telephone, Romo Chrisanctus Paschalis Saturnus, (Ketua Harian JarNas Anti TPPO) menyampaikan, sangat menyayangkan dengan tindakan Kepolisian Polda NTT.
Rohaniawan ini pun menambahkan bahwa JarNas Anti TPPO akan mendukung Rudi Soik dalam memperjuangkan hak-haknya.
“Kami akan mengirimkan surat ke Kapolri terkait dengan Keputusan Pemberhentian ini,” tegasnya.
BACA JUGA:
Tersangka Penyalahgunaan BBM Milik Oknum Pol Air Melarikan Diri, Akhirnya Ditangkap
Polres Belu Gagalkan Ribuan Liter BBM Hendak Diselundupkan Ke Timor Leste
Informasi yang dihimpun, Inspektur Polisi Dua (Ipda) Rudy Soik, anggota Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT), dipecat dari keanggotaannya. Informasi itu dibenarkan Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda NTT Komisaris Besar Polisi Ariasandy.
“Sidang pemberhentian tidak dengan hormat digelar tadi pukul 10.00 Wita sampai 17.00 Wita di ruangan Direktorat Tahti Lantai II Polda NTT dilaksanakan sidang Komisi Kode Etik Polri,” kata Ariasandy dikutip Kompas pada sabtu (12/10/2024).
Alasan Rudy dipecat, kata Ariasandy, karena melanggar kode etik profesi Polri berupa ketidakprofesionalan dalam penyelidikan dugaan penyalahgunaan bahan bakar minyak dengan cara memasang garis polisi di lokasi milik Ahmad Anshar dan Algajali Munandar di Kelurahan Alak dan Kelurahan Fatukoa.
Rudy, kata dia, melanggar Pasal 13 ayat 1, Pasal 14 (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri junto Pasal 5 Ayat (1) huruf b,c dan Pasal 10 Ayat (1) huruf (a) angka (1) dan huruf d Perpol 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Komisi Kode Etik Polri.***