Fadli Zon Respon Dugaan Rasisme Rektor ITK: Terpapar Islamofobia Ini Segera Dihentikan
Diterbitkan Rabu, 4 Mei, 2022 by NKRIPOST
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santoso Purwokartiko membantah status Facebook nya tersebut bernada Rasis dan bermuatan SARA.
Menurutnya dalam statusnya tersebut sama sekali tidak bermaksud merendahkan kerudung. Bahkan menurutnya, statusnya tersebut yang di tambahkan pengantar sehingga menjadi pemicu untuk ramai di perbincangkan.
Berikut jawaban dan klarifikasi lengkap Prof Budi Santoso Purwokartiko terkait status facebooknya yang viral dan memicu kontroversi disadur Kaltimtoday, Senin 2/5/2022)
Status bapak lagi ramai. Jadi kontroversi. Maksud dan tujuan tulisan bapak itu alasannya apa?
Sebenarnya, tidak ada maksud merendahkan berkerudung atau mendeskriminasi enggak ada itu.
Tapi saya itu cukup surprise sebenarnya, sebagian besar mahasiswa saya di kampus yang cewek berkerudung ya. Nah itu pas wawancara 12 orang itu kok enggak berkerudung. Jadi saya cukup surprise.
Mereka itu pintar-pintar. IPK-nya tinggi. Aktif organisasi. Bahasa Inggris-nya bagus. Cas cis cus gitu ya.
Mereka juga mengekspolore berbagai informasi mengenai tempat tujuan yang mereka akan datangi. Kemudian apa yang akan dilakukan di sana. Pulang mau ngapai. Mereka itu sangat eksploratif gitu ya. Open minded.
Tapi itu tidak berkaitan dengan mereka enggak pakai jilbab dengan open minded gitu. Enggak begitu maksudnya.
Jadi saya bilang disitu, kebetulan mereka enggak pakai kerudung.Tapi saya tidak membedakan mereka pakai kerudung atau tidak. Bukan begitu.
Karena dalam penilaian wawancara tidak ada penilaian itu. Bahkan agama pun tidak ditanyakan. Semua dinilai berdasarkan prestasi, rencana, dan konstribusinya seperti apa.
BACA JUGA:
Kampus Polri Peduli Bencana Semeru
Laksanakan Verifikasi Lapangan, TPN Apresiasi Layanan Dua Arah dan Kampus Kehidupan Lapas Pemuda Kelas IIA Tangerang
Bapak ada menyebut tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Pernyataan ini dinilai banyak pihak sebagai rasis dan xenopohbia, kebencian golongan tertentu. Bagaimana penjelasan bapak?
Ya itu tidak ada kebencian. Saya sebut manusia gurun karena kalau di gurun harus menutup badan ya, biar tidak kena panas, angin, debu, pasir. Manusia gurun kan tidak identik dengan suku atau agama tertentu.
Jadi tidak ada maksud merendahkan agama atau suku tertentu. Orang Jawa banyak yang baik. Cina juga. Arab juga.
Justru saya bilang. Anak-anak ini jangan sampai mengutamakan kulit daripada isi. Itu sebanarnya, saya ingin kasih tahu saya suka orang dari kinerjanya bukan dia itu suku mana agama apa.
Di situ saya tidak ada kata-kata bahwa yang menggunakan kerudung saya akan nilai jelek atau saya ini enggak ada loh. Saya ngomong seperti itu sama sekali tidak ada. Saya hanya menceritakan bahwa kebetulan dari 12 itu tidak ada yang pakai kerudung.
Ya itu anu, konsekuensi dari bahasa tulis ya. Mungkin persepsinya akan berbeda-beda ya. Tapi banyak yang memotong, maksudnya men-screenshot kemudian dikasih pengantar seakan-akan saya tidak adil, diskriminatif. Itu yang menurut saya, saya sayangkan. Dan orang tidak membaca tulisan aslinya.
Sepotong?
Bukan sepotong tetapi dikasih pengantar seakan-akan saya seperti yang dimaksudkan oleh yang menyebarkan itu. Padahal saya menilai tidak berdasarkan dia pakai kerudung atau enggak. Enggak ada. Karena poin-poin yang dinilai bukan itu. Bahkan pertanyaan mengenai agama saja enggak ada.
Jadi anak-anak yang enggak pakai kerudung itu kemungkinan besar juga ada anak-anak muslim ya. Tapi ya kita enggak tau karena kita enggak tanya tentang agama sama sekali. Kita hanya nanya apa yang akan mereka lakukan, programnya apa, nanti kalau pulang kontribusi buat masyarakat apa, buat perguruan tingginya apa, buat bangsanya apa.
Jadi gak ada pertanyaan soal itu. Jadi enggak ada itu diskriminasi. Jadi saya itu menentang orang yang mengutamakan kulit dari pada isi.
Saya tulis disitu, jangan sampai anak-anak ini terkena lingkungan yang mengutamakan kulit daripada isi. Jadi saya enggak mungkin mengutamakan seseorang dari tutup kepalanya. Enggak mungkin.
Dan ini bukan pertama kali saya mewawancarai, dulu saya banyak mewawancarai dan itulah mahasiswa, dosen, sarjana-sarjana yang mau lanjut kuliah ke luar negeri, tidak peduli dia agama apa saya enggak masalah.
Ada pihak yang memotong?
Betul, betul. Saya sendiri muslim. Saudara-saudara saya pakai kerudung, dosen-dosen di tempat saya pakai kerudung, teman-teman saya semua pakai kerudung dan saya enggak benci. Saya oke-oke saja.
Sudah tersebar, konfirmasi ke kampus?
Kalau kampus, humas saya sudah bilang bahwa ini urusan pribadi saya bukan ITK ya. Jadi itu. Jadi kalau misalkan ada klarifikasi saya minta untuk menghubungi saya. Bukan kampus. Saya enggak ingin membawa kampus ITK ke dalam masalah ini. Karena ini masalah saya.
Pihak kampus mempermasalahkan?
Ada yang mempermasalahkan, ingin mengadakan press rilis resmi tapi saya bilang enggak usah nanti nama ITK malah ke bawabawa. Tapi kalau apakah mereka setuju atau tidak dengan saya, saya enggak tahu. Banyak kepala ya. Banyak pendapat.
Nanti kalau diberitakan itu adalah opini pribadi saya ya. Tidak sebagai rektor, maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu saya hanya bercerita saja kebetulan kok ke 12-nya itu enggak pakai kerudung.
Karena bagi saya itu surprise karena semua anak didik saya berkerudung. Termasuk anak saya itu berkerudung jadi pas saya menemukan itu kok enggak ada yang berkerudung. Jadi itu bagi saya agak mengejutkan begitu makanya saya menyisipkan kata-kata itu.
Status facebook bapak yang viral itu dihapus?
Sebenarnya enggak saya hapus, tapi khususkan untuk friend only, karena kalau enggak digitukan banyak sekali umpatan-umpatan.
Banyak sekali umpatan. Tapi itu biasa. Saya di medsos seperti itu. Sangat-sangat kasar tapi saya anggap biasa.
Bentuknya seperti apa?
Anjing, rasis, terus semoga dapat azab. Macam-macam lah. Kalau dibaca ngeri. Tapi di medsos biasa saja, karena tidak saling kenal.
Status bapak ada juga yang dianggap merendahkan mahasiswa yang berdemonstrasi. Itu bagaimana penjelasan bapak?
Saya itu ingin, terutama mahasiswa saya di ITK dan ITS, itu mengutamakan profesionalisme.
Peningkatan keterampilan. Baik hard skill, berkaitan dengan ilmu yang dipelajari dan juga soft skill.
Nah sekarang pemerintah kementerian MBKM. Kampus Merdeka. Itu kan sebenanrnya ingin mahasiswa itu ikut magang di perusahaan, lembaga pemerintah, kemudian KKN di daerah membantu proyek kemanusiaan gitu ya. Terus mengajar di satuan pendidikan yang lebih rendah. Misal, SMA, SMK, SMP, SD.
Jadi saya melihat mahasiswa sekarang itu tidak perlu berpolitik turun ke jalan. Era medsos saat ini berpendapat lewat tulisan sudah banyak. Sudah mudah.
Justru saya mendukung mahasiswa itu memupuk keterampilan profesionalisme. Jadi kalau lulus bisa bersaing di pasar kerja. Disitu saatnya membuktikan kontribusi kita terhadap bangsa dan negara.
Kalau sekarang mahasiswa semester 1, 2, 3, 4 itu menurut saya ilmunya itulah belum cukup untuk melakukan hal-hal besar lah. Ilmu dan wawasannya menurut saya belum cukup.
Bapak dianggap merendahkan mahasiswa yang suka demo, sebagai cara pikir bermasalah apalagi bermasa depan suram. Dinilai sebagai pernyataan yang tidak pantas dan tendensius, bagaimana respon bapak?
Ada ditulisan saya? Enggak nulis seperti itu. Kalau saya mengkritik demo memang iya. Tapi saya bilang di antara mereka hobi demo di tulisan saya. Tapi tidak bilang yang demo itu bermasa depan suram. Enggak ada.
Saya enggak setuju mahasiswa yang suka demo. Apalagi itu hanya ikut-ikutan. Kalau itu didasari ide mereka, konsep dan alasan yang benar dan data-data yang benar, saya oke. Tapi kalau ikut-ikutan, tidak tahu isu yang didemokan, saya enggak setuju.
Kalau itu memang tuntutan mereka. Sah-sah saja. Tapi kalau disuruh pihak lain, dikompor-kompori pihak lain saya enggak setuju.
Saya demonya bagus tuntut jelas, datanya oke, tidak merusak, oke-oke saja saya.
Tapi demo enggak jelas, isunya apa, asal teriak-teriak saja tidak setuju.
Saya tidak menjilat dan mengejar jabatan. Saya ini nyalon rektor di ITK itu saya diminta. Kalau saya tidak jadi rektor, tidak begitu berpengaruh buat saya. Saya punya aktivitas menyenangkan meski tidak jadi rektor.(*)